Pesan Warga Langganan Banjir ke Paslon Pilkada Semarang: Pertegas Tata Ruang

Pilkada Jawa Tengah

Kenali Kandidat

Pesan Warga Langganan Banjir ke Paslon Pilkada Semarang: Pertegas Tata Ruang

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 04 Nov 2024 20:28 WIB
Warga melihat drainase di Jalan Walisongo, Semarang, Senin (4/10/2024).
Warga melihat drainase di Jalan Walisongo, Semarang, Senin (4/10/2024). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Pilkada Kota Semarang 2024 sudah semakin dekat. Para warga khususnya yang menjadi langganan banjir di Kota Semarang berharap calon wali kota ke depan bisa memiliki solusi konkret menangani banjir.

Banjir telah menjadi bencana tahunan yang selalu menimpa masyarakat Kota Semarang. Sebagian masyarakat terpaksa berdampingan dengan banjir yang menimpa tiap musim hujan datang.

Salah satunya sopir angkutan umum yang kerap menarik penumpang di Jalan Walisongo, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Rusmadi (58). Baginya, banjir sudah jadi langganan di setiap musim penghujan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sering narik waktu banjir. Kalau banjir gitu juga sering macet. Saya sering dulu macet sampai 2 jam ndak bisa jalan karena macet, terus karena hujan," kata Rus, sapaan akrabnya, kepada detikJateng di Kecamatan Ngaliyan, Senin (4/11/2024).

Banjir di Jalan Walisongo juga merugikan para penumpang angkotnya. Terlebih, jika mereka berkejaran dengan waktu dan harus segera sampai tempat bekerja. Sebagai informasi, jalan itu merupakan jalur Pantura yang membentang dari Kecamatan Ngaliyan hingga Kecamatan Tugu.

ADVERTISEMENT

"Akhirnya penumpang itu pilih jalan kaki. Turun, jalan kaki ke tempat tujuan lewat trotoar, karena kalau banjir kan otomatis mobil nggak bisa jalan," ungkapnya.

Menurutnya, banjir di Jalan Walisongo biasa terjadi lantaran adanya luapan air akibat drainase yang tersumbat, maupun akibat adanya air kiriman. Tak jarang banjir juga membawa material seperti kerikil, batu, maupun tanah yang membahayakan para pengendara motor.

"Titik macet karena banjir itu yang sering di (Kecamatan) Tugu. Kalau banjirnya sampai ke arah timur ke barat itu Tambakaji, ketiga itu di depan SPBU Randugarut, yang lebih parah yang di (pabrik) Sango," ungkapnya.

Banjir itu telah menghantui Rus sejak beberapa tahun. Setiap musim hujan tiba dan banjir melanda, mau tak mau ia mengalami pengurangan pendapatan.

"Pasti ada pengurangan pendapatan. Apalagi sekarang kan cari uang sudah susah, sulit, apalagi waktu banjir," jelasnya.

Begitu pula seorang ojek yang kerap menarik penumpang di Ngaliyan, Joko (60). Setiap hujan deras, genangan air pasti muncul di jalan tersebut.

"Sudah langganan kalau banjir di sini, setiap hujan deras pasti banjir," ungkapnya.

Joko telah beberapa tahun hidup berdampingan dengan banjir. Ia pun hanya bisa pasrah. Jika banjir, Joko akan menarik penumpang di wilayah Semarang atas. Kemudian ia akan kembali menarik penumpang di Jalan Walisongo jika air banjir sudah surut.

"Itu kalau hujan deras kan banjir, paling berapa jam sudah surut. Tingginya paling 30 sentimeter, kalau genangan air agak tinggi bisa sampai macet. Motor kadang mogok, truk, tronton juga," terangnya.

Selengkapnya di halaman berikutnya.

Curhat Warga Semarang Utara

Selain melanda Jalan Walisongo, banjir juga melanda rumah salah satu warga Kelurahan Purwosari, Kecamatan Semarang Utara, Ifah (24). Ia mengatakan, jika musim hujan datang, banjir sudah menjadi makanannya sehari-hari.

"Kalau banjir itu kita harus sampai naikin barang elektronik kayak TV, kulkas, apalagi aku ada toko kelontong juga," ungkapnya.

Kenangan banjir terparah pun masih terpatri di ingatannya. Saat masih pandemi COVID-19, kata Hafifah, rumahnya dilanda banjir hingga beberapa hari. Ia pun tak bisa beraktivitas selama banjir, masyarakat terpaksa berdiam diri di rumah masing-masing, sekaligus menyelamatkan barang-barang di rumahnya agar terhindar dari air.

"Terakhir zaman COVID-19, lupa tahun berapa. Itu sampai beberapa hari, tingginya sampai sebetis. Dampaknya aktivitas terganggu, walaupun beberapa ada yang berangkat kerja, tapi banyak yang meliburkan diri," terangnya.

"Sering motor mogok, dari arah Poncol mau ke Kota Lama pasti mogok. Dulu waktu kendaraannya vespa bisa sampai ganti knalpot tiga kali dalam satu musim hujan. Soalnya kerjanya Bapakku di Genuk, di situ juga kena banjir," sambungnya.

Selama puluhan tahun, Ifah dan warga setempat sudah hidup berdampingan dengan banjir. Isu banjir menjadi salah satu prioritas pemerintah desa. Setiap RW diberikan bantuan untuk menaikkan jalan sebagai mitigasi banjir.

"Kalau dari pemerintah ada perbaikan, dinaikkan jalannya, didiskusikan tiap musrenbang. Setahun sekali ada Musrenbang, dananya dibagi ke 6 RW dan itu diprioritaskan mana yang paling butuh," tuturnya.

Ia pun berpesan kepada pasangan cawalkot atau cagub yang nantinya terpilih untuk memimpin di Kota Semarang untuk bisa memberi solusi konkret terkait masalah banjir. Hingga kini, kata Ifah, ia belum melihat pasangan cawalkot maupun cagub yang berkomitmen untuk menuntaskan masalah banjir di Semarang.

"Harapannya calon wali kota bisa lebih memperhatikan wilayah yang sering banjir di Semarang Utara, Semarang Timur. Masyarakat jangan diminta pasrah, dipaksa berdamai sama banjir," tegasnya.

Hal senada dikatakan warga asli Kelurahan Tlogosari, Kecamatan Pedurungan, Yudi. Ia berpesan kepada cawalkot agar bisa lebih mempertegas peraturan terkait tata ruang dan menunjukkan solusi konkrit untuk masalah banjir di Kota Semarang.

"Tata ruangnya harus dipertegas. Dari debat, kampanye, belum ada calon kepala daerah yang fokus pada solusi banjir. Pemerintah harus cari inovasi lain dengan mengintegrasikan drainase," kata Yudi kepada detikJateng.

"Di tempatku itu banjir tahunan. Biasanya waktu musim hujan. Tapi nggak setiap tahun banjir besar. Kalau banjir besar cuma beberapa kali, tingginya bisa sampai sepaha orang dewasa," imbuhnya.

Hidup berdampingan dengan banjir bukan hal yang mudah. Selama ini, Yudi harus terus berusaha meninggikan bangunan rumahnya demi bisa memitigasi banjir yang selalu melanda wilayahnya.

"Rumah sudah ditinggikan dari tahun 1997, waktu masih SD. Sampai sekarang sudah 4 kali, karena mengikuti peninggian jalan," jelasnya.

"Peninggian memang hanya di Semarang tertentu. Makanya daerah pesisir itu harus punya budget (anggaran) lebih untuk meninggikan bangunan," lanjut Yudi.

Ia mengatakan, pemimpin daerah sudah seharusnya memikirkan keresahan masyarakat dan berusaha menyelesaikannya. Yudi berharap, Calon Wali Kota Semarang 2024-2029 bisa mencari akar permasalahan dan mengupayakan penyelesaian banjir di Kota Semarang.

Halaman 2 dari 2
(afn/dil)

Agenda Pilkada 2024

Peraturan KPU 2/2024 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024
2024
22 September 2024
Penetapan Pasangan Calon
25 September 2024- 23 November 2024
Pelaksanaan Kampanye
27 November 2024
Pelaksanaan Pemungutan Suara
27 November 2024 - 16 Desember 2024
Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara

Hide Ads