Soto Mbah Gito Birun Jatinom, Buka 5 Hari Sekali Pelanggan Selalu Berjubel

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Sabtu, 04 Okt 2025 12:15 WIB
Soto sapi di warung Gito Birun, Jatinom, Klaten yang hanya buka saat pasaran Legi. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng.
Klaten -

Unik sekaligus melegenda, itulah Warung Soto Mbah Gito Birun di Dusun Tangkilan, Desa Jatinom, Kecamatan Jatinom, Klaten. Meskipun hanya buka lima hari sekali di setiap pasaran Legi dalam penanggalan Jawa tapi pelanggannya selalu membeludak.

Bagi yang kali pertama, untuk mencari Warung Soto Gito Birun memang harus sedikit memutar otak. Sebab warung yang dirintis tahun 1960 an itu bukan seperti warung soto jamaknya yang berada di tepi jalan raya.

Warung soto tersebut berada di pinggir kampung, di seberang kantor Kalurahan Jatinom atau di belakang Kantor Kecamatan Jatinom.Warung berbentuk bangunan joglo itu langsung menghadap ke jalan.

Tidak ada spanduk, coretan tembok atau papan nama yang menjelaskan nama warung soto tersebut. Namun aroma sedapnya soto, pelanggan yang berjubel,bahkan meluber lesehan sampai di tepi jalan bisa menjadi petunjuk.

Kesan tradisional kental terlihat setelah masuk ke warung yang sudah memasuki tiga generasi itu. Meja kursi kayu panjang, lampu gantung dan delapan tiang kayu di dalamnya membuat warung terkesan njawani (khas Jawa).

Soto sapi di warung Gito Birun, Jatinom, Klaten yang hanya buka saat pasaran Legi. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Dari sisi tampilan, menu soto di warung Gito Birun tidak beda dengan soto Jawa umumnya. Kuah kaldunya yang bening sedikit cokelat rempah, dipadu isian porsi nasi putih cukup banyak, toge, bawang goreng, seledri, dan bahan rempah lainnya.

Yang sedikit membedakan, penyajian soto di warung itu tidak menggunakan mangkuk tapi piring keramik sebagai wadah. Irisan daging sapinya juga besar namun tipis sehingga empuk.

Di warung tersebut tempe goreng dan lentho (parutan singkong dan kedelai digoreng) bisa menjadi pilihan camilan pendamping. Ada juga tahu, bakwan dan kerupuk-kerupukan.

"Warung ini sudah generasi ketiga, dari si mbah (Gito Birun), bapak dan saya. Dirintis Mbah saya sekitar tahun 1960 an," ungkap Ana Linawati (44), cucu Gito Birun kepada detikJateng, Rabu Legi (1/10/2025) siang.

Warung sotonya, tutur Ana, tidak pernah pindah lokasi sejak dirintis. Dulunya sekitar warung bukan taman atau perkantoran tapi pasar sapi yang digelar setiap pasaran Legi.

"Dulu di sini kan pasar sapi, tapi sekarang pasar sudah pindah. Dari dulu ya begini warungnya, cuma dulu atapnya gedek (anyaman bambu), sebelum mendirikan warung kan jualan keliling pikulan," terang Ana.

Ana mengatakan warung soto warisan kakek-neneknya itu lebih mengutamakan cita rasa. Untuk mempertahankan rasa, kuah tidak dimasak menggunakan kompor tapi kayu bakar.

"Di sini ciri khasnya kecap yang digunakan buatan sendiri, masaknya pakai kayu bakar. Kuahnya khusus memakai tulang dan daging bagian dengkul (lutut sapi)," lanjut Ana.

Menurut Ana, warung sotonya berbasis soto daging sapi dengan banyak varian. Mulai dari soto daging sapi biasa, babat, iso, lidah atau berbahan lemak padat pada sapi.

"Ada soto daging sapi biasa, babat, iso, lidah atau sandung lamur berbahan lemak padat pada sapi. Tapi ada juga ayam jika ada yang menginginkan soto ayam, harga soto ayam Rp 13.000, daging, babat, iso itu sama Rp 15.000, untuk lidah Rp 18.000," papar Ana.

Soto sapi di warung Gito Birun, Jatinom, Klaten yang hanya buka saat pasaran Legi. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Untuk jam buka, lanjut Ana, warung hanya buka mulai pukul 04.00 WIB sampai 12.00 WIB saja. Para pelanggannya tidak hanya warga lokal Klaten tapi juga dari Solo, Jogja bahkan Semarang.

"Ada juga dari Solo, Jogja bahkan Semarang, untuk siapa saja atau tokoh siapa kita ndak pernah memperhatikan. Tapi ya itu bukanya warung lima hari sekali, setiap pasaran Legi," ujar Ana.

Sejak dirintis sampai saat ini, ungkap Ana, warung tidak pernah buka di luar pasaran Legi. Penyebabnya karena selain warung keluarganya juga memproduksi kecap.

"Di luar pasaran Legi kita kesibukannya produksi kecap sejak dulu, kecap tiap hari diambil pedagang. Selain itu kalau buka tiap hari tenaganya bisa habis karena soto di sini prosesnya lama, bahan harus berkualitas, mulai pasaran Wage (dua hari sebelum pasaran Legi) kita sudah sibuk, masaknya lama," kata Ana.

"Pernah kepikiran untuk buka setiap hari tapi begitu saya tahu prosesnya ternyata begini saja sudah capek karena prosesnya lama, beda dengan lainnya," imbuh Ana.

Agus (55) pelanggan asal Kecamatan Polanharjo mengatakan Warung Soto Gito Birun terkenal karena legenda rasa soto yang khas. Selain itu hanya buka lima hari sekali.

"Menariknya lagi warung ini cuma buka lima hari sekali, setiap pasaran Legi, jadi kalau pengin harus nunggu Legi dan ini yang bikin kangen. Kalau harga ya wajarlah sama dengan soto sapi umumnya," ungkap Agus yang datang bersama keluarganya.



Simak Video "Video: Kuliner Unik! Jualan Soto Tanpa Daging Ayam atau Sapi"

(apl/apl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork