5 Makanan Tradisional Jawa dan Makna Filosofis di Baliknya

5 Makanan Tradisional Jawa dan Makna Filosofis di Baliknya

Ulvia Nur Azizah - detikJateng
Selasa, 16 Jan 2024 17:17 WIB
Ilustrasi Ketupat
Foto: Ilustrasi ketupat yang sarat akan makna luhur (Getty Images/iStockphoto/Tyas Indayanti)
Solo -

Bagi masyarakat Jawa, makanan tidak sekadar alat untuk mengenyangkan perut, melainkan juga mengandung makna filosofis yang mendalam. Setiap hidangan seperti kupat dan kolak, menjadi simbol nilai-nilai kehidupan dan ajaran moral.

Makanan juga menjadi alat untuk mengajarkan nilai-nilai luhur. Bahkan ulama terdahulu juga menggunakan makanan sebagai media penyebaran agama Islam. Mari mengenal makanan tradisional Jawa yang punya makna filosofis mendalam berikut ini.

detikJateng merangkum informasi mengenai makna makanan-makanan tradisional ini dari buku berjudul Belajar dari Makanan Tradisional Jawa karya Dawud Achroni (2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Makanan Tradisional Jawa dan Maknanya

1. Kolak: Khaliq/Khalaqa

Makanan tradisional pertama yang memiliki makna filosofis bagi masyarakat Jawa adalah kolak. Bahan dasar makanan ini adalah pisang atau ubi jalar yang direbus dengan santan dan gula aren.

Isi kolak bisa bermacam-macam, mulai dari singkong, labu kuning, kolang-kaling, atau campuran lainnya. Banyak ditemui saat Ramadhan, kolak menjadi hidangan buka puasa populer.

ADVERTISEMENT

Nama "kolak" diyakini berasal dari kata "khalaqa" atau "khaliq," yang artinya "menciptakan" atau "Sang Pencipta." Dengan sering disajikan pada bulan Ramadhan, kolak menjadi pengingat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengendalikan hawa nafsu.

Pisang kepok yang menjadi bahan utama kolak diartikan sebagai "kapok" mengajarkan untuk bertobat atas dosa. Ubi jalar atau telo pendem simbolis mengubur kesalahan, mengingatkan kita untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan menggali kebaikan untuk mengubur dosa dan kesalahan.

2. Kupat: Ngaku Lepat

Kupat merupakan sejenis makanan dari beras yang dibungkus dengan anyaman janur kelapa muda. Makanan ini memiliki makna khusus dalam tradisi Jawa, terutama saat perayaan Hari Raya Idul Fitri. Tradisi ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat.

Kupat diyakini telah ada sebelum Islam masuk ke Indonesia. Wali Songo, termasuk Sunan Kalijaga, menggunakan kupat sebagai alat dalam menyebarkan ajaran Islam di Jawa.

Nama "kupat" sendiri berasal dari bahasa Jawa, yakni "ngaku lepat" yang artinya mengakui kesalahan. Kupat juga mengajarkan pentingnya saling meminta maaf dalam perayaan Lebaran.

Kupat juga dapat dimaknai sebagai "laku papat" yang merujuk pada empat tindakan. Keempat tindakan dalam perayaan lebaran, yaitu lebaran, luberan, leburan, dan laburan, mengajarkan umat Islam untuk berbagi kepada sesama, memaafkan, dan menjaga kesucian hati.

Proses pembuatan kupat yang rumit dengan anyaman janur mencerminkan sulitnya meminta maaf. Tetapi, janur yang melekat satu sama lain menggambarkan anjuran untuk mempererat tali silaturahmi tanpa memandang perbedaan.

Warna putih yang terlihat setelah ketupat dibelah melambangkan kesucian hati setelah berpuasa dan meminta ampunan. Dalam budaya Jawa, ungkapan "kupat santen" mengandung makna permohonan maaf, mengingatkan bahwa kebersihan hati dapat diwujudkan melalui puasa Ramadhan, memaafkan, silaturahmi, dan bersedekah.

3. Lemper: Ten Dialem Atimu Ojo Memper

Lemper adalah makanan yang terbuat dari ketan berisi abon, daging sapi/ayam, dibungkus daun pisang. Lemper tidak hanya enak tetapi juga menjadi simbol ajaran luhur.

Nama "lemper" mengingatkan untuk tetap rendah hati saat dipuji. Ketan yang lengket mencerminkan persaudaraan. Dalam hajatan, lemper melambangkan harapan rezeki.

Dalam Rebo Pungkasan, tradisi di Yogyakarta dan Jawa Tengah, lemper raksasa dibagikan sebagai ungkapan syukur dan doa keselamatan. Lemper pun menyiratkan nasihat berharga, dengan daun pisang yang melambangkan hal-hal buruk yang harus dibersihkan.

Isi lemper menandakan kebahagiaan akhirat setelah menjalani kehidupan dunia. Makanan ini mengajarkan rendah hati, bahwa manusia memiliki kekurangan dan segala yang dimiliki adalah anugerah Tuhan.

Rendah hati adalah sifat terpuji, sementara kesombongan harus dihindari. Lemper juga mengingatkan untuk menjaga tali persaudaraan dan membuang sifat buruk dari dalam diri.

Kolak, banana compote with sweet potato and kolang kalingKolak, banana compote with sweet potato and kolang kaling Foto: Getty Images/iStockphoto/AmalliaEka

4. Lontong: Olone Dadi Kothong

Lontong merupakan makanan tradisional dari beras yang dibungkus daun pisang dan direbus hingga matang. Proses memasaknya memerlukan waktu beberapa jam dan seringkali air harus ditambah hingga lontong matang.

Bagian luar berwarna kehijauan, sementara bagian dalamnya putih. Lontong populer dalam berbagai hidangan seperti gado-gado, lontong opor, lotek, rujak cingur, sate ayam, dan soto.

Bagi masyarakat Jawa, lontong memiliki makna "olone dadi kothong", yang artinya kejelekannya hilang atau sudah tidak ada lagi.

Makna tersebut berkaitan dengan bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Setelah menjalankan puasa, umat Islam diharapkan kembali suci dan saling bermaafan.

Lontong yang lembut melambangkan hati yang terbuka terhadap nasihat dan mudah menolong orang lain. Ada juga kaitan dengan kata "klontong," yang merupakan jembatan kecil. Ini mengajarkan bahwa hati yang lapang memungkinkan kita membantu orang lain.

Selain itu, lontong memberi pelajaran untuk bersedia minta maaf dan mau memaafkan, sehingga keburukan yang dilakukan bisa hilang dan hubungan dengan orang lain menjadi erat.

5. Tumpeng: Metu Dalan Kang Lempeng

Tumpeng adalah nasi berbentuk kerucut yang disajikan di atas tampah daun pisang. Hidangan memiliki makna mendalam dalam budaya Indonesia, terutama Jawa.

Biasanya, tumpeng digunakan dalam berbagai upacara adat seperti ulang tahun, pernikahan, dan panen. Tumpeng mencerminkan penghormatan terhadap gunung yang dianggap sebagai tempat penguasa alam semesta.

Bentuk kerucut tumpeng melambangkan harapan untuk kemajuan dan kembali kepada Tuhan. Lauk-pauk dan sayuran melambangkan keagungan Tuhan dan isi alam raya.

Nama "tumpeng" sendiri merupakan singkatan dari "metu dalan kang lempeng," artinya hidup melalui jalan yang lurus.

Kelengkapannya, seperti ayam ingkung, telur, dan sayuran, juga memiliki makna simbolis. Ayam ingkung mengajarkan untuk segera bersujud dan berzikir kepada Allah. Sementara kacang panjang simbol bijak berpikir.

Bawang merah melambangkan pertimbangan, cabai merah keberanian, dan telur merepresentasikan kehidupan manusia.

Demikian informasi mengenai lima makanan tradisional Jawa yang memiliki makna filosofis dan nilai-nilai kehidupan luhur. Semoga bermanfaat, Lur!




(apu/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads