Tumbuhan mangrove ternyata tak hanya berguna sebagai penahan ombak dan abrasi. Bagi warga di Surodadi, Kecamatan Sayung, Demak, mangrove bisa menghasilkan cemilan yang dipercaya mampu mengobati sakit perut.
Cemilan itu berasal dari buah mangrove. Oleh warga, buah itu lazim disebut brayo, laiknya sebutan mangrove bagi warga pesisir.
Oleh warga, brayo dimasak menjadi camilan yang disajikan dengan parutan kelapa. Pilihan garam atau gulanya menyesuaikan selera pembeli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rasa buah tersebut cenderung seperti perpaduan kedelai dan jengkol lantaran teksturnya yang sedikit melekat di mulut. Namun warga setempat menyebut rasanya lebih ke buah pare.
"Kayak pare, rasanya pahit sedikit," kata satu penjual brayo, Sutikah, Kamis (11/1/2024).
"Ini direndam dulu selama dua hari untuk menghilangkan pahitnya, kemudian direbus," imbuhnya.
Ia menuturkan bahwa sebelum direndam buah tersebut dikupas terlebih dahulu. Berkat cemilan brayo, Sutikah mengaku bisa mendapatkan penghasilan tambahan untuk uang saku anaknya.
"Buahnya cari, diplereti, direndam dua hari, terus dijual buat saku sekolah," terangnya.
![]() |
Buah tersebut dijual emak-emak di desa setempat secara turun-temurun. Seperti halnya Sutikoh (50) warga setempat RT 6 RW 1. Ia mengatakan telah menjual buah mangrove tersebut sejak ia kecil.
"Ini namanya brayo, dikasih garam, gula," terangnya.
Oleh warga setempat, cemilan ini cukup digemari karena diyakini berkhasiat menyembuhkan sakit perut. Nyeri di perut diyakini mereda karena sensasi adem usai mengonsumsi brayo.
"Khasiatnya buat sakit perut karena adem," imbuh Sutikoh.
Ia mengatakan bahwa untuk menghasilkan buah mangrove tersebut ia harus memanjat dan melewati lumpur sedalam perut atau atas pusar. Ia dalam sehari mampu menghasilkan 3 kilogram brayo.
"Iya saya ambil sendiri, manolnya segini (perut atas pusar). Iya manjat-manjat, berlumpur," terangnya.
Ia menuturkan bahwa para ibu di desa tersebut menjual brayo dengan keliling rumah ke rumah. Sementara ia sudah menjual brayo secara kiloan kepada para tengkulak.
"Dijual satu kilogram itu 20 ribu, satu porsi Rp 5 ribu," terangnya.
Ia menambahkan bahwa buah mangrove tersebut bisa dipetik saat musim kemarau. Saat tak berbuah musim hujan ia pun tak bisa jualan brayo.
"Musiman, saat kemarau. Nggak jualan kalau nggak musim," pungkasnya.
(aku/ahr)