HIK adalah salah satu spot kuliner atau nongkrong asik di Solo. Konon, HIK adalah singkatan dari Hidangan Istimewa Kampung yang menjajakan beraneka ragam gorengan dan makanan ringan lainnya.
Umumnya, HIK di Solo mulai buka pada sore menjelang malam dan tutup pada dini hari. Namun, ada juga pedagang HIK yang justru berjualan dari pagi hingga sore hari. Tidak sulit menemukan HIK di Solo karena gerobak-gerobaknya banyak tersebar di seluruh penjuru kota.
Bagaimanakah sejarah kemunculan HIK di Solo dan apa bedanya dengan angkringan pada umumnya? Simak penjelasan di bawah ini untuk mendapatkan jawaban lengkapnya, Lur!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Munculnya Hik di Solo
Mengutip dari laman resmi Warisan Budaya Tak Benda Kemdikbud, pada tahun 1902, Kota Solo mulai dialiri listrik yang membuat malam hari lebih terang. Ini memicu pertumbuhan pertunjukan layar tancap di alun-alun, bioskop di Taman Kebonrojo dan Sriwedari, serta urbanisasi yang unik.
Pada malam hari, wong cilik dari pinggiran seperti Klaten datang ke Solo untuk menjajakan makanan ringan kepada penonton pertunjukan malam. Makanan pada saat itu masih dijinjing atau dipikul, bukan ditaruh di gerobak seperti sekarang. Penjual makanan berhenti di tempat-tempat ramai seperti taman Sriwedari dan Pasar Pon.
Mbah Karso Dikromo, juga dikenal sebagai Jukut, adalah salah satu pengusaha yang merantau ke Solo pada tahun 1930-an. Ia memulai dengan berjualan terikan, yaitu makanan dari Jawa Tengah berkuah kental dengan lauk tempe atau daging. Kemudian, ia memodifikasi pikulannya untuk menjual berbagai minuman, yang membuatnya terkenal.
Menu makanannya berkembang dengan tambahan nasi kucing, yang merupakan nasi dengan sedikit ikan bandeng. Akhirnya, istilah "HIK" muncul dengan beragam asal-usul yang tidak pasti, konon karena teriakan pedagangnya saat berkeliling, "hiiik..iyeeek" atau "ting..ting..hik."
Meski begitu, ada yang menganggapnya sebagai singkatan dari 'Hidangan Istimewa Kampung'. Masyarakat Solo juga kerap menyebut HIK sebagai 'wedhangan'.
Apa Bedanya dengan Angkringan?
Berdasarkan informasi yang detikJateng dapatkan dari laman resmi Pemkot Solo, HIK berasal dari Solo, sementara istilah angkringan erat kaitannya dengan Jogja.
HIK menawarkan minuman khas seperti wedhang jahe dan susu segar Boyolali. Menu makanannya termasuk nasi kucing, nasi putih dengan bandeng dan sambal dalam porsi kecil.
Di Jogja, istilah angkringan populer karena pengunjung yang datang menyantap makanan dengan posisi duduk 'methangkring'. Angkringan menawarkan kopi joss, yaitu kopi tubruk dengan bara arang panas yang memberikan aroma kopi yang kuat. Menu makanan andalannya adalah nasi teri, yang juga disajikan dalam porsi kecil.
Baik HIK maupun angkringan sama-sama menawarkan berbagai jenis gorengan, sundukan, dan camilan tusuk sate. Pengunjung dapat meminta untuk memanaskan makanan yang mereka beli di atas bara untuk mendapatkan rasa yang lebih nikmat.
Berdasarkan penjelasan di atas, HIK dan angkringan merupakan bentuk tempat kuliner yang mirip dan nyaris tak ada perbedaan yang signifikan. Hanya penyebutan keduanya saja yang berbeda.
(par/sip)