Seru! Berburu Kupat Jembut Saat Syawalan di Semarang

Seru! Berburu Kupat Jembut Saat Syawalan di Semarang

Angling Adhitya Purbaya - detikJateng
Senin, 09 Mei 2022 10:00 WIB
Tradisi berbagi kupat jembut sat Syawalan di Semarang, Minggu (8/5/2022).
Tradisi berbagi kupat jembut saat Syawalan di Semarang, Senin (9/5/2022). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng
Semarang -

Ada sebuah tradisi untuk menyambut Syawal yang rutin digelar di daerah Pedurungan, Semarang. Tradisi itu adalah berbagi uang dan kupat jembut.

Ya, nama makanan itu memang kupat jembut. Sepintas tidak ada bedanya dengan kupat biasa.

Baru setelah dibuka, ketupat itu memiliki isian berupa tauge, kubis atau kol serta beberapa sayuran lain. Isian itu menyembul seperti rambut saat ketupat itu dibelah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tradisi berbagi kupat jembut itu digelar pada Senin pagi (9/5/2022). Acara diselenggarakan pada pagi hari usai jemaah Subuh, diawali suara ketukan listrik bertalu-talu untuk memanggil warga di Kampung Jaten Cilik.

Para warga, kebanyakan anak-anak, segera keluar rumah dan mencari sumber suara. Di tempat itu sejumlah warga siap membagikan kupat jembut yang di dalamnya juga berisi uang yang diikatkan.

ADVERTISEMENT

Bocah-bocah itu langsung berebut makanan itu dengan wajah sumringah.

"Seru, tadi sempat keinjak-injak juga kakinya. Ini dapat ketupat isi sayur sama ada juga ketupat isi uang," ujar salah satu anak, Zahira (15) yang kelelahan berlarian, Senin (9/5/2022).

Tradisi berbagi kupat jembut sat Syawalan di Semarang, Minggu (8/5/2022).Tradisi berbagi kupat jembut saat Syawalan di Semarang, Senin (9/5/2022). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng

Sedangkan di Kampung Pedurungan Tengah, tradisi ini digelar lebih tertib. Tidak terlihat adanya anak-anak yang berebut.

Warga membagikannya dari rumah ke rumah. Tidak hanya anak-anak, sejumlah ibu-ibu juga kebagian kupat jembut dengan bonus uang di dalamnya.

Imam Masjid Rhoudotul Muttaqiin, Munawir mengatakan tradisi itu sudah hidup puluhan tahun. Mereka menjaga tradisi itu untuk memperkuat semangat berbagi saat perayaan Idul Fitri.

Dia menyebut tradisi itu muncul sekitar tahun 1950, pada masa-masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Pada saat itu banyak warga yang mengungsi namun tetap ingin merayakan Lebaran.

"Warga sini yang mengungsi di daerah Mranggen pulang sekitar tahun '52 jelang Lebaran. Terus karena keterbatasan dana, warga berinisiatif membuat kupat dengan menu sederhana. Yaitu kupat dibelah tengah dan diisi tauge, kol dan kelapa terus dibagikan ke tetangga yang tidak punya," ujar Munawir.

Bagaimana rasa kupat jembut? Sebenarnya tidak ada yang istimewa karena sama seperti memakan ketupat dengan gudangan atau urap. Namun yang istimewa yaitu kebersamaan saat tradisi berlangsung setahun sekali.




(ahr/mbr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads