Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saat libur Lebaran 2023 disebut menurun dibandingkan dengan tahun lalu di periode yang sama. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Pemda DIY membeberkan penyebabnya.
Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono mengatakan penurunan jumlah wisatawan di periode libur Lebaran ini tidak hanya terjadi di DIY.
"Info data BPP (Badan Pimpinan Pusat) PHRI itu juga di semua daerah Indonesia okupansi turun dibanding tahun lalu," ujar Deddy saat dihubungi wartawan, Selasa (2/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deddy memerinci beberapa penyebab turunnya jumlah wisatawan dan okupansi yang terjadi di DIY. Seperti larangan berbuka bersama (bukber) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga penyebaran tempat menginap wisatawan di DIY.
"Analisa PHRI DIY sementara, DIY turun karena imbas adanya larangan bukber ASN yang juga berdampak ke okupansi, lalu karena ada beberapa hotel baru yang buka di DIY (Kulon Progo, Sleman, Gunungkidul), lalu adanya penyebaran tamu stay," jelasnya.
Sementara itu, Penjabat (PJ) Sekertaris Daerah (Sekda) DIY, Wiyos Santoso mengatakan penurunan ini juga disebabkan oleh panjangnya masa libur Lebaran. Apalagi dengan adanya long weekend pada 29-30 April dan 1 Mei 2023.
Menurut Wiyos, dengan panjangnya masa libur tersebut, para wisatawan lebih bebas memilih hari liburannya. Sehingga pada masa libur Lebaran 19 hingga 26 April menjadi tidak begitu ramai.
"Karena kita lihat sendiri di beberapa hari setelah libur Lebaran itu kan Jogja juga masih ramai," terang Wiyos saat dihubungi wartawan, Selasa (2/5).
Selain itu, Wiyos membenarkan data dari PHRI DIY yang menyebut penyebab penurunan wisatawan karena para wisatawan menyebar ke hotel-hotel di seluruh DIY.
Wiyos mengatakan banyak hotel-hotel atau penginapan-penginapan baru di pinggiran DIY yang belum terdaftar di PHRI, sehingga tidak masuk data okupansi di PHRI.
"Memang ini terjadi pemerataan ya, dulu kalau Lebaran kemarin kita masih menganggap kan adanya COVID-19 sehingga banyak masyarakat itu menganggap lebih aman kalau dia tinggal di hotel-hotel yang bintang, karena protokol kesehatannya mungkin lebih baik," terang Wiyos.
"Tapi sekarang kan mulai agak dilonggarkan sehingga banyak losmen-losmen atau wisma atau desa wisata, penginapan yang ada di desa wisata itu mulai menerima tamu juga, otomatis yang dulunya ke hotel yang bintang sekarang mereka berani untuk ke desa-desa wisata maupun losmen-losmen yang ada di objek wisata," tutupnya.
(rih/ams)