Sulitnya Evakuasi Korban Erupsi Merapi di Bunker: Suhu 300 Derajat-Sepatu Leleh

Sorot Balik Jogja

Sulitnya Evakuasi Korban Erupsi Merapi di Bunker: Suhu 300 Derajat-Sepatu Leleh

Jauh Hari Wawan S - detikJateng
Rabu, 15 Mar 2023 16:09 WIB
Suasana kawasan wisata Bungker Kaliadem, Cangkringan, Sleman, D.I Yogyakarta, Rabu (18/3/2020). Destinasi wisata lereng Gunung Merapi tersebut sepi pengunjung sejak beberapa hari terakhir menyusul merebaknya kasus COVID-19 di Indonesia. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/wsj.
Ilustrasi / Bunker Kaliadem, Cangkringan, Sleman, D.I Yogyakarta, Rabu (18/3/2020). Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Yogyakarta -

Erupsi Gunung Merapi tahun 2006 memakan korban jiwa dua orang relawan, Sarjono dan Kenteng. Mereka ditemukan meninggal di dalam Bunker Kaliadem, lereng Merapi wilayah Cangkringan, Kabupaten Sleman.

Peristiwa itu terjadi pada Rabu 14 Juni 2006. Salah satu anggota TRC BPBD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Aris Widodo menceritakan peristiwa ngeri itu, termasuk sulitnya proses evakuasi korban.

Kala itu status aktivitas Merapi sehari sebelumnya telah diturunkan dari Awas ke Siaga. Romo Itonk, sapaan Aris Widodo, bersama sejumlah relawan berada di salah satu warung yang masih buka di sebelah timur Bunker Kaliadem. Tiba-tiba Merapi memuntahkan awan panas atau oleh masyarakat dikenal dengan istilah wedhus gembel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka kemudian berhamburan menyelamatkan diri menjauhi alur Kali Gendol ke arah barat.

"Kita lari ke barat. Kemudian salah satu dari relawan, Mas Kenteng pada waktu itu langsung masuk ke bunker. Setelah kita perhatikan sudah landai, karena kita belum bayar kopi kan kita balik lagi ke warung bayar kopi dan kita ngobrol lagi ke situ," kata Romo Itonk kepada detikJateng, Selasa (14/3/2023).

ADVERTISEMENT

Kondisi saat itu masih dirasa aman, karena awan panas belum sampai melewati Bukit Kendil. Namun, setelah dipantau ternyata material sudah mulai memenuhi sungai di dekat bukit. Romo Itonk yakin jika ada guguran susulan, jarak luncur akan semakin jauh.

"Kemudian terjadilah erupsi susulan yang kemudian itu menutup (bunker)," kenangnya.

Ketika Romo Itonk dan yang lainnya lari menyelamatkan diri, sukarelawan Artha Graha Peduli bernama Kenteng justru masuk ke Bunker Kaliadem.

"Pada waktu itu kita minta Mas Kenteng (untuk lari), dia menyampaikan 'udah aku di bunker aja, aman'. Kita kan minta waktu itu untuk (menyingkir) ke barat," ucapnya.

Kala itu, Romo Itonk, berlari hingga kediaman Mbah Maridjan di Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan. Dari masjid yang tak jauh dari kediaman juru kunci Merapi itu, dia melihat kepulan asap awan panas sudah melewati Bunker Kaliadem.

"Setelah kejadian kita coba datang ke bunker. Sebelum sampai bunker kita menemukan bekas tangki air kondisinya meletup, meleleh. Kita nggak teruskan, kita balik," kenangnya.

Saat itu, mereka belum bisa memastikan apakah ada orang lain yang ikut Kenteng masuk ke bunker. Baru belakangan diketahui ada satu orang lagi yang ikut masuk bunker. Korban kedua merupakan warga Dusun Kopeng, Cangkringan, bernama Sarjono.

Sulitnya Evakuasi

Romo Itonk yang saat ini bertugas di Bidang Program dan Perencanaan TRC BPBD DIY itu masih ingat betul sulitnya mengevakuasi kedua korban. Timbunan abu vulkanik yang tebal dan suhu panas mempersulit proses evakuasi. Belum lagi kondisi Merapi saat itu masih sering memuntahkan awan panas.

"BPPTKG waktu itu pakai alat pengukur suhu, suhunya 300-an derajat Celsius, jadi kan kita nggak berani," jelasnya.

Berbagai cara dilakukan untuk menggali timbunan material vulkanik dan membuka pintu bunker. Mulai dari cara manual hingga menggunakan alat berat. Bantuan dari beberapa negara lain juga berdatangan.

Tim evakuasi juga menyemprotkan air untuk mendinginkan suhu pada material yang menutup bunker. Tapi suhu di bunker ketika diukur masih di atas 100 derajat celsius.

"Sepatu kami mengepul, pas dicek meleleh. Kita pakai papan, lama-lama kebakar juga," bebernya.

Jenazah kedua korban baru bisa dievakuasi setelah dua hari proses penggalian. Sebab, kondisi bunker hampir terkubur dan hanya tersisa satu ujung seperti atap yang masih nampak di permukaan.

"Kondisi di dalam saat awal kita membuka pintu bunker kan panas. Kondisinya kan juga teman-teman mengalami dehidrasi karena memang panas," ucapnya.

Setelah perjuangan panjang melawan panas dan erupsi Merapi yang masih berlangsung, jasad Sarjono akhirnya ditemukan di depan pintu masuk bunker sementara jasad Kenteng ditemukan di dalam bak toilet yang ada di dalam bunker.

"Memang kita tidak bisa menyalahkan bagaimanapun kan sifat bunker itu dia tidak didesain untuk material panas," ucapnya.

Halaman selanjutnya, tentang Erupsi Merapi 2006.

Erupsi Merapi 2006

Dalam buku 'Edisi Khusus Erupsi Merapi 2006: Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi' yang ditulis mantan Kepala BPPTKG Subandriyo, fase erupsi Merapi dimulai pada 25 April. Lalu di tanggal 13 Mei 2006 status Merapi menjadi Awas.

Jumlah awan panas kecil mulai meningkat pada 14 Mei dan mulai membesar pada 15 Mei hingga mencapai jarak 4,5 kilometer ke arah utama Kali Krasak dan Boyong. Aktivitas vulkanik Merapi sempat menurun, namun gempa besar tanggal 27 Mei. Gempa besar pada pukul 05.57 WIB itu ditengarai memicu aktivitas Merapi. Dua menit kemudian awan panas muncul.

Sehari setelah itu, frekuensi awan panas meningkat tajam. Data pemantauan menunjukkan 159 kali kejadian awan panas dalam sehari. Perubahan laju pertumbuhan kubah lava juga meningkat drastis.

Titik balik perubahan arah aliran awan panas terjadi saat peristiwa runtuhnya dinding Gegerboyo. Peristiwa di tanggal 4-5 Juni ini membuat jalan keluar awan panas semakin melebar.

Sempat mengalami penurunan aktivitas dan status, Merapi kemudian mengalami peningkatan di tanggal 14 Juni 2006. Awan panas beruntun terjadi sejak pagi. Pada pukul 11.57 WIB, ujung awan panas telah mencapai jarak 5,5 kilometer ke Kali Gendol.

Aktivitas awan panas terus berlanjut dan semakin membesar. Puncaknya pada pukul 15.15 WIB, jarak luncur awan panas mencapai 7 kilometer dan menyapu wilayah Kaliadem. Material vulkanik Merapi yang longsor diperkirakan lebih dari 3 juta meter kubik. Awan panas itu lah yang kemudian menewaskan dua relawan.

Usai erupsi besar itu, aktivitas Merapi mulai menurun. Meski kubah lava masih menunjukkan pertumbuhannya.

Halaman 2 dari 2
(rih/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads