Haul ke-13 untuk mengenang kepergian Presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur digelar di Peace Village, Ngaglik, Sleman, malam ini. Haul ini juga sekaligus mengingatkan masyarakat untuk rukun di tahun politik.
Penanggung jawab haul, Iton Murdiayanto mengatakan di tahun politik untuk tetap bersatu di tahun politik. Ini merupakan misi khusus dalam pemaknaan haul Gus Dur tahun ini.
"Secara umum kita memaknai Haul Gus Dur ini kebetulan ini akan menghadapi tahun politik kita mengemban amanah untuk terus menyampaikan ke masyarakat luas karena kita akan menghadapi tahun politik untuk tetap menjadi bagian pemersatu untuk menjadi bagian airnya," kata Iton kepada wartawan, Rabu (28/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia melihat, Gus Dur merupakan tokoh yang selalu mengajarkan nilai pluralisme. Siapa pun dan dari golongan apa pun dirangkul. Termasuk dalam urusan politik.
Semangat inilah yang juga dibawa dalam haul Gus Dur di Jogja.
"Karena nilai-nilai Gus Dur tidak pernah lepas dari mempersatukan semua elemen, apa pun latar belakang politiknya," ujarnya.
Di sisi lain, Iton menyebut haul malam ini spesial. Sebab biasanya mereka mengundang seniman maupun budayawan, tapi kali ini mereka mengadakan pengajian bersama kiai dan santri yang ada di Jogja dan sekitarnya.
"Yang membedakan dari haul sebelumnya, tahun sebelum ini kita mengumpulkan para budayawan para seniman, namun pada kali ini kita mengakomodir keinginan para santri dari asuhan kiai kampung untuk bergabung dalam haul di Jogja ini," ujarnya.
Selain itu, haul malam ini juga sekaligus untuk mewisuda para santriwati di Pondok Pesantren Programmer Qoryatussalam. Total ada 35 santriwati yang diwisuda.
"Pesantren ini belum ada satu tahun berawal dari kegelisahan founder Ibu Yenny bahwa programer perempuan ini masih sedikit, beliau berinisiatif untuk mengawali ponpes dengan unggulan disiplin ilmu IT dipadukan ilmu kepesantrenan," jelasnya.
Pesantren ini, lanjut Itong, memang salah satu tujuannya untuk mentransformasikan pemikiran Gus Dur.
"Ini untuk mentransformasi ide pemikiran Gus Dur untuk melanggengkan tujuan mulia dari pemikiran Gus Dur yang kemudian disajikan dalam bentuk yang baru, dalam bentuk teknologi dan sebagainya, ini sebenarnya menjadi salah satu tujuan ponpes ini," bebernya.
Nilai pluralisme Gus Dur, lanjut dia, kemudian ditransformasikan dalam pembelajaran para santriwati.
"Ide pluralisme jadi salah satu disiplin ilmu wajib yang kami terus kembangkan di pesantren ini, kota memang mendorong santri untuk selalu terbuka dengan menganut azas-azas pluralisme perbedaan dan lain sebagainya. Ini memang menjadi satu bagian khusus dari studi di pondok ini," pungkasnya.
(rih/rih)