Calon istri Kaesang Pangarep, Erina Sofia Gudono saat ini tengah menjalani salah satu tradisi adat pernikahan Jawa, yaitu pingitan. Dalam tradisi ini, Erina dilarang bertemu Kaesang menjelang pernikahannya akhir pekan ini.
Sebagaimana diketahui, Kaesang dan Erina akan menggelar akad nikah pada Sabtu (10/12/2022) di Royal Ambarrukmo Jogja dan tasyakuran pernikahan di Puro Mangkunegaran Solo pada Minggu (11/12).
Kaesang dan Erina memilih menggelar pernikahan menggunakan adat dari daerah masing-masing, yaitu Jogja dan Solo. Salah satunya adalah tradisi pingitan yang mana kedua calon mempelai dilarang sebelum resmi menjadi pasangan suami dan istri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Carik Kawedanan Radya Kartiyasa Keraton Jogja, Siti Amieroel Noorsundari menjelaskan larangan bertemunya calon pengantin sebelum resmi sah menjadi pasangan suami istri dalam tradisi pingitan tersebut bertujuan untuk mempersiapkan mental calon pengantin, termasuk dalam menahan hawa nafsu.
"Lebih kepada persiapan mental melatih kesabaran dalam segala hal termasuk sabar dalam menahan hawa nafsu," kata Siti saat dihubungi detikJateng, Senin (5/12).
Selain itu calon pengantin harus mempersiapkan kesehatan fisik karena upacara pernikahan akan berlangsung lama dan melelahkan.
"Mempersiapkan fisik juga, karena acara atau upacara (pernikahan) tersebut sangat melelahkan," kata Siti.
"Dan diharapkan nanti pengantin perempuan jadi manglingi, lebih cantik," imbuhnya.
Sebelumnya, Siti mengatakan tradisi pingitan pada zaman dahulu biasanya dilakukan dengan rentang waktu yang berbeda-beda, mulai dari 40 hari, 3 bulan, atau bahkan tahunan.
"Kalau pingitan itu zaman dahulu ada yang (dilakukan selama) 3 bulan, 40 hari, bahkan ada yang sampai tahunan, kalau mengacu pada tradisi pingitan untuk pernikahan," kata Siti.
Siti menjelaskan pada masa kepemimpinan Hamengku Buwono VII dan VIII, tradisi pingitan ini dilaksanakan selama 40 hari. "Setahu saya sampai dengan masa beliau Hamengku Buwono VII dan VIII, itu (tradisi pingitan) masih 40 hari," kata Siti.
Selama masa 40 hari itu, Siti menyebut calon pengantin perempuan dilarang keluar, di mana ia diharuskan mempersiapkan pernikahan, seperti puasa dan merawat diri. "Jadi selama 40 hari itu nggak boleh kemana-mana, mempersiapkan pernikahan, seperti puasa dan merawat diri," kata Siti.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Siti mengatakan buku Serat Centhini menjelaskan orang tua melakukan tradisi pingitan terhadap anak perempuannya selama 40 hari. Selama masa waktu pingitan tersebut para sanak saudara hadir untuk mempersiapkan pernikahan sang putri.
"Kalau yang saya baca di buku Serat Centhini, pernikahan adalah upacara yang sakral, jadi ketika (pingitan) ini tidak (dilakukan) di dalam keraton, hanya di rumah orang tua, itu juga anak perempuannya dipingit 40 hari, di mana saudara baik yang dekat dan jauh, dari pihak bapak dan ibu, datang ke sana untuk membantu mempersiapkan pernikahan, bikin undangan, merawat diri, membuat jamu, spa, ratus dan lain sebagainya," ujar Siti.
Selain itu, masa pingitan juga digunakan para sanak saudara untuk memberikan pembekalan atau nasihat pada calon pengantin putri. "Selama (pingitan) itu istilahnya berlangsung pembekalan untuk anak perempuan secara lisan," kata Siti.
Menurut Siti, dengan adanya tradisi pingitan ini calon pengantin perempuan lebih siap untuk memasuki kehidupan pernikahan usai menerima masukan dan nasihat dari orang tua dan sanak saudara. "Tradisi pingitan itu sebenarnya lebih kepada mbombong yang perempuan calon pengantin gitu, supaya siap mental dan lain sebagainya," kata Siti.