Hari ini, Undang-Undang No 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY genap berusia 10 tahun. Untuk memperingati Keistimewaan DIY itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X melakukan sapa aruh, di Bangsal Kepatihan, Kompleks Kantor Gubernur DIY.
Dalam kesempatan itu, Sultan mengajak warga DIY untuk berpikir reflektif yaitu mengenai tujuan akhir kesejahteraan rakyat DIY.
"Dan dalam upaya meningkatkan marwah Keistimewaan di usia Dasawarsa-nya, perlu bagi kita untuk memperingati UUK DIY dengan berpikir reflektif. Tujuan akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan segenap rakyat DIY dalam basis budaya, melalui penguatan upaya-upaya partisipatif-demokratis, menuju tataran 'Pancamulia'," kata Sultan saat Sapa Aruh di Kompleks Kepatihan, Kompleks Kantor Gubernur DIY, Rabu (31/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan, Pancamulia ini seperti dengan agenda prioritas Pemda DIY. Yaitu reformasi kalurahan, pemberdayaan kawasan selatan, serta pengembangan budaya inovasi dan pemanfaatan teknologi informasi.
"Penyebaran Kebudayaan Keistimewaan haruslah melalui proses pendidikan sebagai media transformasinya. Sehingga diperlukan konsep pendidikan dan pembelajaran baik formal maupun informal yang built-in atau embodied dalam kebudayaan," katanya.
Keistimewaan DIY, lanjut Sultan, bisa berperan dalam kehidupan bermasyarakat di DIY sebagai moderator menyebarkan nilai-nilai budaya.
"Untuk kemudian dipertemukan dengan nilai-nilai baru melalui pembelajaran, selaras dengan gareget Mangasah Mingising Budi," jelasnya.
Bahkan, Keistimewaan DIY, Sultan menegaskan, bisa menjadi solusi pengentasan kemiskinan dan kesenjangan sosial yang masih tinggi di DIY.
"Perihal sosial-ekonomi misalnya. Perlu bagi kita menilik peran budaya, sebagai solusi pengentasan kemiskinan, kesenjangan sosial dan permasalahan yang terjadi di kalurahan," tegasnya.
Sultan meminta, kemiskinan tak hanya dilihat dari aspek ekonomi saja. Tapi bisa bisa dilakukan pendekatan melalui nilai-nilai budaya dengan moderasi pendidikan karakter dengan menjunjung nilai-nilai adiluhung budaya Jawa.
"Idealnya, kemiskinan janganlah dilihat dari sudut pandang ekonomi belaka. Tetapi harus dimoderasi melalui pendidikan karakter, dengan meng-update nilai-nilai gemi, nastiti, ngati-ngati selaras dengan konteks kekinian, melalui intervensi literasi keuangan," katanya.
Transformasi nilai-nilai filosofis tersebut, menurut Sultan, harus bisa dilakukan dalam tataran pelaksanaan Keistimewaan DIY. "Inilah yang dimaksud dengan konsep transformasi dari nilai filosofis ke nilai praksis, yang seharusnya disuntikkan dalam setiap sendi pelaksanaan Keistimewaan," katanya.
Sultan mengingatkan, komitmen mewujudkan kalurahan sebagai patrap TriMuka. Yaitu dengan mendorong kalurahan menjadi arena demokrasi politik lokal maupun demokratisasi ekonomi lokal sesuai keunggulan masing-masing kalurahan di DIY.
"Saya meyakini, jika potensi keunggulan dilancarkan dari kalurahan, niscaya kalurahan akan menjadi sentra pertumbuhan sekaligus menjadi ujung depan pemberantasan kemiskinan. Konsep ini relevan untuk mengakselerasi pembangunan kalurahan, dalam mengejar kemajuan perkotaan, karena sumber potensinya itu toh berada di kalurahan. Kesemuanya itu bermuara pada: 'Reformasi Kalurahan sebagai Basis KeIstimewaan DIY'," jelasnya.
(apl/aku)