KPAI Sebut Ketentuan Seragam SMAN 1 Banguntapan Tak Sesuai Permendikbud

KPAI Sebut Ketentuan Seragam SMAN 1 Banguntapan Tak Sesuai Permendikbud

Tim detikNews - detikJateng
Kamis, 04 Agu 2022 15:44 WIB
Komisioner KPAI, Retno Listyarti,
Komisioner KPAI, Retno Listyarti. (Foto: Rahel Narda Chaterine)
Solo -

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meninjau SMAN 1 Banguntapan Bantul yang belakangan ramai dibicarakan karena dugaan pemaksaan jilbab pada seorang siswi. Salah satunya yakni ketentuan seragam murid yang tidak sesuai dengan Permendikbud No 45 Tahun 2014.

"Ketentuan seragam dan diperkuat dengan gambar, di sekolah anak korban tidak sesuai dengan ketentuan dari Permendikbud No 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah," ujar komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan persnya, seperti yang dilansir detikNews, Kamis (4/8/2022).

KPAI juga melihat adanya panduan seragam murid yang dilengkapi gambar. Panduan ini beredar di WhatsApp.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketentuan seragam bagi murid adalah mengenakan kemeja panjang, rok/celana panjang, serta jilbab. Pihak sekolah mengakui dokumen itu rilisannya untuk peserta didik.

Selain itu dalam catatan KPAI, semua peserta didik perempuan di sekolah tersebut mengenakan jilbab baik di dalam maupun di luar kelas. Hal tersebut juga dibenarkan oleh kepala sekolah.

ADVERTISEMENT

"Menurut keterangan kepala sekolah, memang siswi muslim di sekolah tersebut berjilbab meskipun tidak aturan sekolah wajib menggunakan jilbab," ungkap Retno.

Siswi SMAN 1 Banguntapan Diduga Dipaksa Berjilbab Alami Pukulan Psikologis

KPAI serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) telah menemui pihak korban dan sekolah tempat terjadinya dugaan pemaksaan jilbab terhadap salah seorang siswi. KPAI juga memeriksa kondisi psikologi korban.

"Secara singkat dapat kami sampaikan bahwa hasil psikologis pada lapis pertama sudah menunjukkan bahwa korban mengalami pukulan psikologis akibat peristiwa tanggal 18, 20, 25, dan 26 Juli yang dialaminya di sekolah," ungkap Retno.

Retno mengatakan pengawasan kasus ini dilakukan bersama Kepala Inspektorat Jenderal Kemendikbud-Ristek Chatarina Girsang.

KPAI bertemu dengan ayah dan ibu korban serta LSM Sapu Lidi yang mendampingi korban sejak 26 Juli 2022. Dari penjelasan ayah korban dan LSM Sapu Lidi, diketahui korban sempat mengunci diri di dalam kamarnya selama beberapa hari sampai akhirnya korban bisa dibujuk untuk keluar dari kamar.

Untuk hasil asesmen psikologi secara keseluruhan, KPAI tidak bisa menyampaikannya secara keseluruhan ke publik lantaran ada kode etik yang mengaturnya. Namun yang jelas, kata Retno, ada gejala trauma psikologis akibat peristiwa dugaan pemaksaan jilbab.

Untuk hasil kunjungan ke sekolahan, KPAI dan pihak Kemendikbud-Ristek mendapatkan keterangan dari kepala sekolah dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum.

"Pada intinya, guru BK dan wali kelas memang mengakui ada peristiwa memasangkan jilbab pada anak korban di dalam ruang BK, namun dalihnya hanya sebagai tutorial," kata Retno.




(sip/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads