Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY mendapatkan laporan dari masyarakat atas penahanan ijazah salah satu siswa MTs swasta di Kabupaten Sleman. ORI DIY akhirnya mendatangi Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) DIY untuk bisa memfasilitasi hak siswa tersebut.
Asisten Ombudsman RI Perwakilan DIY Muhammad Rifki menjelaskan sekolah yang menyimpan surat keterangan lulus (SKL) itu jadi satu dengan pondok pesantren. Karena orang tua siswa tak sanggup kurang dalam membayar sekolah, akhirnya SKL dan ijazah disimpan pihak sekolah.
"Ada masyarakat yang merasa tidak diberikan SKL karena persoalan biaya. Ini di MTs ada di sekitar Condongcatur, Depok, Sleman. Ada biaya sekitar Rp 8 jutaan yang belum dibayarkan," kata Rifki usai audiensi ke Kanwil Kemenag DIY, Kota Jogja, Rabu (20/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rifki menjelaskan dari keluhan masyarakat itu pihaknya langsung menindaklanjuti dengan menanyakan ke Kanwil Kemenag DIY agar ada solusi dari siswa yang akhirnya tak bisa mendaftar di sekolah jenjang selanjutnya itu.
"Ada Surat Keterangan Lulus yang menjadi syarat mendaftar ke sekolah jenjang di atasnya," kata Rifki.
Rifki mengungkapkan, selain ke Kanwil Kemenag DIY, pihaknya juga sudah menanyakan masalah itu ke sekolah MTs yang menahan ijazah itu.
"Dari temuan kami, sekolah mengakui ada banyak ijazah yang disimpan. Ini tentu temuan yang mengkhawatirkan karena ada banyak anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang di atasnya. Ini pasti rumusan," tegas Rifki.
Temuan itu, kata Rifki, sama seperti pelapor di ORI yang orang tuanya tinggal di Batam, Kepulauan Riau. Sampai saat ini anak dari pelapor yaitu bapaknya melaporkan jika anaknya tidak bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya.
"Jadi mereka menyatakan sampai saat ini tidak bisa sekolah. Ini kan mengkhawatirkan," jelasnya.
Karena tempat tinggal orang tua di Batam, menurut Rifki, mereka ingin agar anaknya bisa mendaftar sekolah di sana. Artinya pindah sekolah dari yayasan sekolah tersebut yang memiliki jenjang Madrasah Aliyah.
"Kebetulan tinggal di sana. Orang tuanya ini ingin mendaftarkan di sana," katanya.
Halaman selanjutnya, respons Kanwil Kemenag DIY...
Sementara itu Kepala Seksi Kelembagaan Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag DIY Fahrudin memastikan saat ini proses pembinaan terhadap MTs tersebut tengah dilakukan Kemenag Kabupaten Sleman.
"Kita dapat laporan dari Ombudsman. Dalam proses pembinaan oleh Kemenag Kabupaten Sleman. Untuk hari ini, permasalahan itu sedang ditangani oleh Kemenag Kabupaten Sleman," kata Fahrudin.
Bahkan, kata Fahrudin, Kemenag Sleman telah memanggil Kepala MTs tersebut untuk bisa mencarikan solusi atas apa yang dihadapi.
"Menurut kabar, kepala lembaga tersebut sedang dipanggil Kemenag Sleman. Kami sedang memantau perkembangan dari pertemuan mereka. Di Kemenag akan menjaga pendidikan prinsipnya tidak menyulitkan masyarakat," jelasnya.
Kemenag, kata Fahrudin, juga akan mencari tahu masalah tersebut. Apakah kekurangan bayar sekolah ini hanya terjadi di MTs atau juga dengan pondok pesantren.
"Kami masih cari tahu ini hubungan anak mondok juga. Apakah ini hanya hubungan dengan madrasah atau dengan pondoknya," katanya.
Tapi secara umum, Fahrudin menegaskan, MTs tersebut melanggar karena menahan hak anak yang tidak berhubungan dengan kewajiban orang tua.
"Kami harapkan tidak ada lagi sekolah yang tidak memberikan hak anak," katanya.