Jabat Rektor UII Jogja Lagi, Fathul Wahid Bicara Neoliberalisme di Kampus

Jabat Rektor UII Jogja Lagi, Fathul Wahid Bicara Neoliberalisme di Kampus

Jauh Hari Wawan S - detikJateng
Kamis, 02 Jun 2022 16:49 WIB
Fathul Wahid (paling depan) jabat Rektor UII Periode 2022-2026.
(Fathul Wahid (paling depan menghadap kamera) jabat Rektor UII Periode 2022-2026. Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJateng)
Sleman -

Prof Fathul Wahid resmi dilantik sebagai Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Periode 2022-2026. Ini merupakan periode kedua guru besar bidang ilmu sistem informasi UII ini menjabat rektor.

Dalam pidato pelantikannya, Fathul mengkritisi banyaknya praktik pendidikan tinggi di Indonesia yang terjebak pada pijakan neoliberalisme.

"Mengelola perguruan tinggi, di masa seperti sekarang ini, tak mungkin berhasil tanpa ikhtiar sepenuh hati. Beragam tantangan terhampar di depan mata, yang mengharuskan direspons dengan tepat," kata Fathul dalam pidato pelantikan rektor, Kamis (2/6/2022).

Fathul mengatakan, perubahan lanskap lapangan permainan yang sangat cepat, telah menghadirkan beragam dilema yang memerlukan pemikiran ekstra untuk membuat pilihan yang bermartabat.

"Izinkan saya mengajak para hadirin untuk melakukan refleksi bersama terhadap beberapa dilema ini. Refleksi ini menjadi semakin penting, jika kita sepakat bahwa perguruan tinggi tidak boleh menggadaikan idealismenya," ungkapnya.

"Jika kita kritisi secara jujur, banyak praktik pendidikan tinggi di Indonesia, dan juga belahan dunia lain, yang terjebak pada pijakan neoliberalisme. Indikasinya beragam, termasuk di dalamnya korporatisasi perguruan tinggi, dengan segala turunannya," imbuh Fathul.

Dirinya mencontohkan, perguruan tinggi hanya dianggap sebagai penghasil lulusan sebagai bagian dari mesin produksi. Dia pun menyoroti lulusan perguruan tinggi yang tidak dinilai sebagai manusia dengan potensinya.

"Akibatnya, materi menjadi ukuran dominan," ucapnya.

Di dalam perguruan tinggi pengamal neoliberalisme, lanjut Fathul, relasi antaraktor juga sangat hirarkis dan karenanya birokratis. "Pemimpin perguruan tinggi seakan menjadi bos besar dengan segala titahnya. Ruang diskusi yang demokratis akibatnya tidak mendapatkan tempat. Demokrasi mati di rumahnya sendiri," katanya.

"Dosen dianggap sebagai buruh korporat dengan segepok daftar indikator yang harus dipenuhi, dan bukan sebagai kolega intelektual yang setiap capaiannya merupakan manifestasi dari kesadaran dan tanggung jawabnya sebagai akademisi," imbuh Fathul.

Mahasiswa pun, kata Fathul, tak lebih dari sekumpulan konsumen yang harus dipuaskan. Hubungan yang terjadi pun menjadi sangat transaksional.

"Mereka tidak dilihat sebagai pembelajar yang haus ilmu pengetahuan atau aspiran yang perlu pendampingan dalam pengembaraan intelektual," bebernya.

Menurut Fathur, bisa jadi perguruan tinggi di Indonesia juga terjebak dalam praktik seperti ini. Oleh karena itu, menurutnya ini saatnya berhenti sejenak untuk melakukan refleksi secara kolektif.

"Saya sangat paham, lari dari jebakan ini tidak mudah, apalagi praktik tersebut seakan sudah menjadi norma baru, yang diperkuat dengan kebijakan yang mengekang, tanpa pilihan," ungkapnya.

"Tapi saya termasuk yang masih menjaga optimisme. Semoga saja kesadaran baru segera muncul di banyak perguruan tinggi," terang dia.

Terpilihnya kembali Prof Fathul Wahid sebagai Rektor UII telah melalui tahapan pemilihan yang cukup panjang, yakni dimulai sejak Oktober 2021 yang lalu. Dalam Rapat Senat Universitas yang dihelat pada 7 Maret 2022 tersebut, Prof Fathul Wahid memperoleh suara terbanyak yakni dengan 67 suara atau 59,29 persen dari 113 jumlah suara yang sah.

Selain melantik Rektor periode 2022-2026, turut dilantik wakil rektor. Tiga di antaranya merupakan petahana, yakni Wakil Rektor Bidang Sumber Daya dan Pengembangan Karier, Dr Zaenal Arifin, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Keagamaan dan Alumni, Dr Drs Rohidin, dan Wakil Rektor Bidang Networking dan Kewirausahaan, Ir Wiryono Raharjo.

Sementara pada jabatan Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik dan Riset diemban oleh Prof Dr Jaka Nugraha, yang sebelumnya dijabat oleh Dr Drs Imam Djati Widodo.




(aku/ams)


Hide Ads