Ratusan warga dari berbagai pedukuhan di sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Pedukuhan Ngablak, Kalurahan Sitimulyo, Kapanewon Piyungan, Bantul, melakukan aksi dan memasang tumpukan batu untuk menutup akses menuju TPST. Hal itu akan terus dilakukan hingga masyarakat bisa beraudiensi dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X.
Pantauan detikJateng, warga menggelar aksi di simpang tiga jalan masuk utama TPST Piyungan. Selanjutnya, warga memasang spanduk bertuliskan 'Kami Menolak Keras Transisi Pembuangan Sampah Tutup Permanen TPST Piyungan!!!' dan memasang tumpukan batu untuk menghalangi kendaraan bermuatan sampah masuk ke TPST.
Koordinator aksi, Herwin Arfianto mengatakan bahwa peserta aksi berasal dari warga yang terdampak limbah pembuangan sampah TPST Piyungan. Yakni dari Pedukuhan Banyakan III, Ngablak, Watugender, Ngkengkong, Bendo dan perwakilan dari Banyakan I dan Banyakan II.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita menolak (transisi pembuangan sampah ke lahan baru) dan menutup (akses ke TPST Piyungan) karena dampak lingkungan tidak pernah diperhatikan," katanya kepada wartawan di kawasan TPST Piyungan, Bantul, Sabtu (7/5/2022).
Penolakan itu, kata Herwin, terkait transisi pembuangan sampah ke lahan baru di sebelah utara TPST Piyungan dengan luasan 2,1 hektare. Selain itu, pihaknya menolak adanya pembebasan lahan dan sepakat untuk menutup permanen TPST Piyungan.
"Dan soal perizinan, perizinannya itu pengolahan bukan pembuangan. Tapi sejak tahun 1996 sampai 2012 dan sampai 2022 itu terus diperpanjang (izin) pengolahan tapi dalam kenyataannya untuk pembuangan," ujarnya.
"Dasar kedua, sebenarnya kontrak sudah habis per Maret 2022, karena itu sampai Mei ini pembuangan sampah di TPST Piyungan dikatakan ilegal," lanjut Herwin.
![]() |
Menurutnya, penutupan legal dilakukan karena sesuai instruksi Surat Edaran (SE) nomor 188/41512 tanggal 20 Desember 2021 yang diketahui kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY Kuncoro Cahyo Aji. Di mana dalam SE tersebut TPST Piyungan ditutup Maret 2022, namun sampai batas instruksi SE yang diberikan TPST masih dipaksakan oleh pengelola untuk pembuangan sampah.
"Padahal kondisi tampungan sudah memprihatinkan dan tidak mungkin lagi dipaksakan dibuangi sampah. Maka dari itu, kita warga yang terdampak melakukan aksi agar Pak Gubernur (DIY) bisa mendengar aspirasi kita dan dapat mengundang kita untuk bertatap muka langsung, beraudiensi," ucapnya.
Tak hanya itu, Herwin menyebut dampak dari TPST Piyungan membuat warga sekitar TPST khususnya Banyakan III merasakan limbah sampah selama bertahun-tahun. Pasalnya limbah tersebut mengalir melalui parit-parit kecil.
"Itu limbah, bau, dan untuk limbah itu dialirkan di parit-parit kecil. Warga di dekat parit itu sumurnya sudah tercemar, dan dimasak untuk air minum saja sudah tidak layak," ujarnya.
Menyoal hingga kapan penutupan akses ke TPST Piyungan, Herwin mengaku akan berlangsung hingga mendapat kejelasan langsung dari Sultan.
"Kita menolak keras dan kita sudah bersikap tutup, permanen tidak ada tawar-menawar. Blokade batu ini sampai kita mendapat kejelasan dan jawaban yang pasti dari Bapak Gubernur. Target utama kita menemui Bapak Gubernur," katanya.
"Karena kita sudah bosan dibodohi dan dibohongi, dalam artian soal perizinan tadi dari 1996 sampai sekarang seperti apa, terus diperbaharui surat edaran per Maret 2022 sampai sekarang kontrak sudah habis," imbuh Herwin.
(rih/ahr)