Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 15 Tegalrejo, Magelang, membuka harapan baru bagi siswa kurang mampu di daerah tersebut. Cerita tersebut datang dari dua murid terbaik SRMA 15 Tegalrejo, Nazwa Azzahra (15) dan Winda Astuti (15).
Winda merupakan putri sulung dari ayah penjual es keliling serta ibunya berjualan bubur. Kondisi ekonomi yang cukup sulit sempat memupuskan harapannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
"Waktu itu orang tua saya bingung, mau melanjutkan sekolah atau tidak karena kondisi ekonomi yang turun," ujar Winda saat ditemui di SRMA 15 Tegalrejo, Magelang, Jumat (19/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesempatan itu datang setelah ibu Winda mendapat informasi tentang Sekolah Rakyat dari program bantuan sosial. Nazwa pun mendaftar dan diterima di SRMA 16 Tegalrejo, di mana seluruh kebutuhan pendidikannya ditanggung pemerintah.
Di sekolah, Nazwa menjalani aktivitas harian yang teratur, mulai dari bangun pukul 03.30 WIB hingga malam 21.00 WIB. Kegiatan dimulai dari ibadah, sekolah, hingga belajar.
"Di sini bukan cuma diajari pelajaran, tapi juga adab, cara berteman, dan disiplin. Saya senang karena bisa mengurangi beban orang tua," lanjutnya.
Nazwa, Siswi di SRMA 15 Tegalrejo, Magelang, Jumat (19/12/2025). Foto: Serly Putri Jumbadi/detikJogja |
Berkat ketekunannya, Nazwa meraih peringkat pertama di kelas 10 B. Ia juga tak takut lagi untuk kembali bermimpi untuk bekerja di Badan Informasi Geospasial.
"Jadi pelajaran yang saya sukai itu pelajaran IPS, terutama pada geografi. Saya suka sama geografi itu karena awalan itu saya nggak suka bahas tentang planet atau tentang kota-kota," katanya.
"Terus dari itu saya tertarik bahwa ternyata planet itu nggak semenyebalkan itu, dan ternyata kita bisa mengetahui kota-kota itu dari peta. Setelah itu saya tertarik-tarik terus, terus saya pengen kerja di BIG," tuturnya.
Cerita serupa juga datang dari Winda, putri dari pasangan petani yang meraih peringkat pertama di kelas 10 B. Ia juga berani bermimpi untuk melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi.
"Awalnya takut kuliah karena ekonomi (keluarga). Tapi sekarang saya jadi pengin kuliah," tutur Winda.
Bagi Winda, Sekolah Rakyat bukan sekadar tempat belajar, tapi juga menjadi jembatan bagi anak-anak kurang mampu untuk menggapai mimpi.
"Saya cita-citanya ingin jadi guru, karena guru memberikan banyak ilmunya ke semua orang," katanya.
"Saya senang sih berada di sini (Sekolah Rakyat). Dulu saya ingin masuk ke SMA Negeri, tapi takut nggak kesampaian. Terus tahu (Sekolah Rakyat) dari orang tua, terus masuk ke sini," tutupnya.
(apl/dil)












































