Kasus dugaan korupsi pemberian kredit oleh salah satu bank pelat merah di Jakarta kepada dua bos PT Sritex mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Semarang. Dalam sidang itu, jaksa mengungkap modus korupsi kredit yang merugikan negara Rp 180,2 miliar.
Ada tiga terdakwa dari bank pelat merah tersebut. Mereka adalah Direktur Keuangan periode 2019-2022 berinisial BF, mantan Direktur Utama berinisial ZM, dan Direktur Teknologi dan Operasional berinisial PS.
Dakwaan ketiganya dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fajar Nugroho secara terpisah. Jaksa mendakwa mereka melakukan perbuatan melawan hukum secara bersama-sama dalam proses pemberian fasilitas kredit modal kerja (KMK) kepada PT Sritex pada 2020-2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu Iwan Setiawan Lukminto dan Iwan Kurniawan Lukminto melalui PT Sritex sebesar Rp 180,2 miliar," kata jaksa di Pengadilan Tipikor, Semarang, Selasa (23/12/2025).
Jaksa mengatakan, BF bersama sejumlah pejabat di bank pelat merah itu diduga mengubah nilai pengajuan kredit Sritex dari semula Rp 200 miliar menjadi Rp 150 miliar untuk mempermudah proses pencairannya.
"Terdakwa mengubah nilai persetujuan permohonan kredit yang dijamin pada bank dari nilai permohonan awal sebesar Rp 200 miliar menjadi Rp 150 miliar dengan maksud menghindari persetujuan kredit sampai ke level komite kredit dan keharusan konsultasi dengan dewan komisaris," ujar jaksa.
Jaksa menyebutkan, meski hasil analisis kredit dan kepatuhan menyatakan PT Sritex bukan debitur prima, para terdakwa tetap menyetujui pemberian kredit Rp 150 miliar dengan jaminan umum tanpa agunan kebendaan.
"Kredit sebesar Rp 150 miliar dengan agunan jaminan umum tanpa jaminan kebendaan hanya dapat diberikan kepada debitur prima," kata jaksa.
Jaksa juga mengungkapkan adanya rekayasa dan modifikasi laporan keuangan serta invoice penagihan yang dijadikan dasar pencairan kredit. Dokumen tersebut diduga dimanipulasi oleh pihak Sritex agar terlihat memenuhi syarat administrasi perbankan.
"Terdakwa tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan fasilitas kredit kepada PT Sritex sebesar Rp 150 miliar, dengan agunan jaminan umum tanpa jaminan kebendaan," ucap jaksa.
Jaksa juga menyebut adanya penerimaan uang sebesar 50 ribu dolar yang berkaitan dengan proses persetujuan kredit.
"Terdakwa ZM menerima uang sebesar 50 ribu dolar Amerika dari Iwan Setiawan Lukminto setelah terdakwa mendapatkan pencairan kredit dari bank," jelasnya.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas dakwaan tersebut, Ketua Majelis Hakim Rommel Franciskus Tampubolon menanyakan keputusan para terdakwa. Terdakwa BF dan ZM menyatakan akan mengajukan keberatan atau eksepsi. Sedangkan terdakwa PS memilih sidang dilanjutkan.
(dil/alg)











































