Eks Bupati Karanganyar Disebut Terima Rp 4,5 M di Sidang Korupsi Masjid Agung

Eks Bupati Karanganyar Disebut Terima Rp 4,5 M di Sidang Korupsi Masjid Agung

Arina Zulfa Ul Haq, Agil Trisetiawan Putra - detikJateng
Selasa, 21 Okt 2025 19:05 WIB
Eks Bupati Karanganyar Disebut Terima Rp 4,5 M di Sidang Korupsi Masjid Agung
Suasana sidang dΓ kwaan kasus korupsi Masjid Agung Karangangar di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Selasa (21/10/2025). (Foto: Dok. Istimewa)
Semarang -

Nama mantan Bupati Karanganyar, Juliyatmono, muncul dalam sidang kasus korupsi proyek pembangunan Masjid Agung Karanganyar yang digelar di Pengadilan Tipikor Semarang sore ini. Juliyatmono disebut menerima Rp 4,5 miliar dari perusahaan pemenang proyek.

Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tegar Djati Kusuma dalam sidang yang dipimpin Majelis Hakim Dame P. Pandiangan di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang.

Sidang tersebut menghadirkan tiga terdakwa yakni Direktur Operasional PT MAM Energindo, Nasori, Kepala Cabang PT MAM Energindo Jateng-DIY Agus Hananto, dan Direktur Utama PT MAM Energindo Ali Amri yang didakwa melakukan korupsi bersama-sama dalam proyek pembangunan Masjid Agung Karanganyar tahun anggaran 2020-2021.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Terdakwa Nasori selaku Direktur Operasional PT MAM Energindo bersama Ali Amri telah membuat kesepakatan dengan Agus Hananto untuk mempertemukan antara terdakwa Nasori, Ali Amri, dengan Juliyatmono selaku Bupati Karanganyar dan menjadikan Agus Hananto sebagai Kepala Kantor PT MAM Energindo Jateng-DIY," kata Jaksa Tegar dalam dakwaannya di PN Semarang, Selasa (22/10/2025).

ADVERTISEMENT

Mereka disebut melakukan kesepakatan untuk memenangkan PT MAM Energi Indo dalam proyek pembangunan Masjid Agung Karanganyar. Namun setelah PT MAM Energindo ditetapkan sebagai pemenang proyek, ternyata perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan dana maupun personel.

"PT MAM Energindo tidak memiliki kemampuan dana, alat, dan personil untuk proyek pembangunan Masjid Agung Karanganyar," ujarnya.

Karena itu, para terdakwa mencari investor dan meminta bantuan kepada sejumlah pejabat Pemkab Karanganyar, salah satunya Juliyatmono yang saat itu menjabat sebagai Bupati Karanganyar.

Terdakwa kemudian menemui saksi Juliyatmono di rumah dinas Bupati Karanganyar dengan maksud agar memerintahkan proyek pembangunan Masjid Agung Karanganyar dijalankan oleh PT MAM Energindo.

"Saksi Juliyatmono menyetujui proyek pembangunan Masjid Agung Karanganyar dilaksanakan PT MΓ€M Energindo," kata Jaksa.

Namun, karena PT MAM Energindo tak memiliki kemampuan baik untuk melaksanakan proyek tersebut, Terdakwa Nasiro meminta Direktur Utama PT Total Cetra Alam untuk melaksanakan proyek bernilai Rp 78,9 miliar tersebut dengan anggaran Rp 68,7 miliar. Sisa uangnya kemudian dibagikan kepada beberapa pihak, termasuk Juliyatmono.

"Kemudian saksi Dirut PT Total Cetra Alam menyerahkan dana Rp 68,7 miliar untuk pelaksanaan pembangunan penganggarannya," tuturnya.

Sebagai imbalan memuluskan proyek tersebut, Juliyatmono disebut mendapatkan uang senilai Rp 4,5 miliar. Uang imbalan itu berasal dari PT Total Cetra Alam yang dikirim melalui terdakwa Nasori sebelum dibagikan ke sejumlah pihak.

"Selanjutnya terdakwa Nasori menyerahkan dana sejumlah Rp 4,5 miliar kepada saksi Juliyatmono selaku Bupati Karanganyar, sejumlah Rp 500 juta kepada saksi Sunarto selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa pada Sekretariat Daerah Kabupaten Karanganyar, sejumlah Rp 355 juta kepada saksi Agus Hananto yang telah mempertemukan antara terdakwa dengan saksi Juliyatmono dan untuk PT MAM Energindo sejumlah Rp 1,66 miliar," urainya.

Atas perbuatannya, jaksa menilai para terdakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain, termasuk Juliyatmono, hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 10,1 miliar. Angka tersebut berdasarkan hasil audit Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah tertanggal 29 Agustus 2025.

"Perbuatan terdakwa telah bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, serta melanggar etika dalam proses pengadaan," tegas JPU.

Ketiga terdakwa kemudian didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hingga berita ini dibuat, Juliyatmono masih belum bisa dimintai konfirmasi. Nomor ponsel yang diketahui milik Juliyatmono tidak aktif saat dihubungi.




(aap/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads