Saksi Bapenda Sebut Iuran Kebersamaan Sudah Ada Sebelum Era Mbak Ita

Saksi Bapenda Sebut Iuran Kebersamaan Sudah Ada Sebelum Era Mbak Ita

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 09 Jul 2025 17:29 WIB
Terdakwa Hevearita Gunaryanti Rahayu di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (9/7/2025).
Terdakwa Hevearita Gunaryanti Rahayu di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (9/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang - Praktik iuran kebersamaan yang dipotong dari Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ternyata bukan hal baru di lingkungan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang. saksi mengungkap bahwa sistem iuran itu sudah berlangsung sejak era wali kota sebelumnya, Hendrar Prihadi (Hendi).

Hal itu terungkap saat Saksi Binawan yang merupakan Kepala Bidang Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah Bapenda Kota Semarang, ditanyai Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi.

Dalam keterangannya, ia menyebut, kebijakan pemotongan TPP dilakukan rutin per triwulan dan berlangsung jauh sebelum Mbak Ita menjabat.

"(Iuran kebersamaan) Ada di zaman Pak Hendi, yang tanda tangan alokasi (SK TPP) Pak Hendi," kata Binawan di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (9/7/3025).

Binawan mengaku tak mengetahui apakah iuran kebersamaan itu dilaporkan kepada Hendi kala ia menjadi wali kota. Ia juga tak mengetahui penggunaan iuran kebersamaan saat era Hendi digunakan untuk apa.

"(Pas Pak Hendi untuk apa?) Catatan ada di Mbak Syarifah. (Catatan) Sudah nggak ada, sudah dihancurkan," jelasnya.

Menurut Binawan, TPP pegawai dipotong berdasarkan jabatan. Meski nominal yang diterima berbeda, porsi iurannya sudah ditentukan. Staf dipotong sekitar Rp 5 juta, kepala bidang-kepala badan sekitar Rp 10 juta.

Penentuan besaran iuran dan penggunaannya adalah para kepala bidang. Uang tersebut, menurutnya, digunakan untuk kebutuhan internal kantor, termasuk keperluan hari besar seperti Lebaran atau pembelian seragam batik.

Diketahui, kepada majelis hakim Binawan juga menyebut uang iuran kebersamaan juga disetor kepada Mbak Ita. Mbak Ita disebut menerima Rp 300 juta setiap tiga bulan.

Selain itu, ia juga mengaku ada penyerahan uang iuran untuk Alwin sekitar Rp 1 miliar. Uang tersebut diberikan secara bertahap.

"(Penyerahan uang untuk) Pak Alwin 4 kali, total Rp 1 miliar. Rp 200 juta pertama bulan Juli, Rp 200 juta Oktober, Rp 300 juta di Oktober juga, dan 300 di November," ungkapnya.

Hendi Pernah Bantah

Pernyataan yang sama juga sempat disampaikan oleh Pengacara Mbak Ita dan Alwin, Erna Ratnaningsih pada April lalu. Hendi yang dikonfirmasi soal ini membantah.

Erna Ratnaningsih menyoroti dakwaan jaksa terkait pemotongan insentif pajak sebagai bentuk pemerasan. Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan warisan dari wali kota sebelumnya dan hanya diteruskan oleh Hevearita saat menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) sejak Oktober 2022 saat Hendi menjabat sebagai Kepala LKPP.

"Bu Ita sebagai wali kota yang baru Plt itu hanya meneruskan kebijakan dari wali kota lama. Dan itu dinyatakan oleh Ketua Bapendanya bahwa itu adalah sebagai uang operasional," terangnya, Senin (21/4).

"Jadi, 'iuran kebersamaan' inilah yang tadi kita dengar diterima namun 'iuran kebersamaan' ini sudah diserahkan," lanjutnya.

Hendi yang menjabat Wali Kota Semarang periode 2016-2022 membantah tudingan tersebut.

"(Iuran kebersamaan sudah ada sejak kepemimpinan Anda?) Mosok ada kebijakan seperti itu? Saya nggak pernah buat kebijakan seperti itu," kata Hendi, sapaan akrabnya, saat dihubungi detikJateng, Selasa (22/4).

Ia mengatakan, sudah pernah dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi. Hendi pun mengaku akan menghormati proses hukum yang berjalan.

"(Apakah siap jika diundang ke persidangan?) Belum tahu, kita hormati saja proses hukum yang sedang berjalan nggih," jelasnya.


(afn/apl)


Hide Ads