Mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, Eko Yuniarto, hadir dalam sidang terdakwa kasus korupsi mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya Alwin Basri. Ia mengaku sempat diminta membuang handphone dan bukti transfer.
Hal itu dikatakan Eko dalam sidang terdakwa kasus korupsi Mbak Ita dan Alwin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kota Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Ia mengatakan pernah diminta menghadap Alwin yang merupakan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jateng.
"Beliau mengundang kami di ruang komisi D, di ruang kerja beliau menyampaikan agar chat HP yang berkaitan dengan transfer agar dihapus," kata Eko di Pengadilan Tipikor, Senin (28/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Eko menegaskan pihaknya tak pernah transfer apapun kepada Alwin sehingga tak mengindahkan apa yang dikatakan Alwin.
"Perintah bapak, itu untuk menghapus, tetapi kami kan tidak ada transfer sehingga kami tidak menghapus apapun," jelasnya.
Eko mengatakan, Mbak Ita juga sempat meminta agar HP para camat dibuang saat ada temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal kontrak yang seharusnya tidak dibayarkan alias penyimpangan uang dari proyek-proyek kecamatan.
"Intinya HP kami diperintahkan untuk dibuang karena mungkin oleh Bu Wali Kota pada waktu itu menyarankan karena mungkin ada hubungannya dengan kejadian pemeriksaan dengan BPK," terangnya.
"Supaya bisa dihilangkan dalam arti dengan membuang HP tersebut dan diganti HP baru, tetapi nomor tetap, handphone-nya ganti," lanjutnya.
Tak hanya itu, Eko juga sempat diminta Mbak Ita untuk tidak menghadiri panggilan KPK di Kantor BPK Jateng. Mbak Ita saat itu mengatakan, telah melakukan pengkondisian.
"Saat itu ada pemeriksaan di BPK, saat itu kami diundang Bu Ita (diminta) untuk tidak hadir dan diperintahkan 'tenang, Mas. Sudah saya kondisikan. Pokoknya nggak usah datang'," jelasnya menirukan perkataan Mbak Ita.
"Waktu itu di ruangan ada Bu Susi Direktur (RSUD) Wongsonegoro, ada Binawan dari Bapenda Kota Semarang. Kami tanya ada dawuh (perintah) apa, katanya yang penting hadir di ruang wali kota," lanjutnya.
Sebelumnya diberitakan, Mbak Ita dan Alwin didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp 2,24 miliar, yang juga diterima Martono. Uang itu merupakan pekerjaan proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung.
"Jumlah keseluruhan Rp 2,24 miliar dengan rincian Terdakwa I dan Terdakwa II menerima Rp 2 miliar dan Martono menerima Rp 245 juta," kata JPU dari KPK, Rio Vernika Putra di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (21/4/2025).
"(Uang Rp 2,24 miliar) dari Suwarno, Gatot Sunarto, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo, Sapta Marnugroho, Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, dan Damsrin," imbuh dia.
Selain itu, Mbak Ita dan Alwin pun didakwa menerima suap dari proyek pengadaan barang dan jasa senilai Rp 3,75 miliar serta didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri senilai Rp 3 miliar.
Total, Mbak Ita dan Alwin menerima uang suap dan gratifikasi dengan total kurang lebih Rp 9 miliar. Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
(apl/afn)