Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM, Mahfud Md meyakini kejaksaan telah meminta izin ke Presiden Prabowo dalam mengungkap kasus korupsi tata niaga minyak mentah.
Mahfud mengapresiasi Presiden Prabowo Subianto yang memberikan izin Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar korupsi tata kelola minyak yang melibatkan direktur Utama Pertamina Patra Niaga.
"Kejaksaan Agung tidak akan berani itu kalau tidak mendapat izin dari Presiden. Oleh sebab itu, saya juga mengapresiasi Bapak Presiden membiarkan Kejaksaan itu bekerja," kata Mahfud saat ditemui Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo, Kamis (27/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, Mahfud menyebut bahwa Undang Undang tentang Perampasan Aset sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kerugian negara. Menurutnya, RUU tersebut sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Undang Undang Perampasan Aset itu masih diperlukan, masih diperlukan menurut saya. Dan itu ada di dalam Prolegnas, sudah masuk di dalam progres, mudah-mudahan itu bisa didahulukan karena itu masih penting pun misalnya banyak yang dilakukan undang-undang," bebernya.
Penangkapan tersangka korupsi tata kelola minyak ini merupakan kabar menggembirakan bagi masyarakat. Apalagi, nilai korupsi itu sangat fantastis.
"Kondisi-kondisi sekarang yang menurut saya menggembirakan dulu, ya mudah-mudahan nanti ya sekarang adalah persoalan penangkapan pejabat-pejabat Pertamina karena korupsi sebanyak Rp 133,7 triliun dalam 1 tahun. Jadi kalau dihitung dari 2018 sampai sekarang 5 tahun, dikali 5 kali di rata-ratakan kira-kira korupsinya Rp 900 triliun," terangnya.
Sebelumnya, dilansir dari detikNews, Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak. Dua orang itu ditahan setelah diperiksa sebagai tersangka.
Direktur Penyidikan Jampidsus (Dirdik) Kejagung, Abdul Qohar, menyebut dua tersangka baru itu merupakan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga berinisial MK dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga berinisial EC.
Adapun sebelumnya ada tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara itu. Empat di antaranya merupakan petinggi di subholding PT Pertamina, sementara tiga lainnya dari pihak swasta.
(ahr/dil)