Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Tengah (Jateng) buka suara soal penetapan tiga tersangka dalam kasus dugaan bullying dan pemerasan yang berujung tewasnya mahasiswa PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), dr Aulia Risma.
Ketua IDI Jateng, Telogo Wismo, mengatakan IDI Jateng masih mendampingi ketiga tersangka berinisial TE, SM, dan Z dalam kasus yang menimpa Aulia.
"Kita ikut proses hukum ini jadi biar semakin jelas nanti seperti apa. Informasi-informasi yang selama ini mungkin belum tergali, dengan penetapan ini bisa tergali," kata Telogo saat dihubungi detikJateng, Rabu (25/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditanya soal ketiga tersangka itu apakah bakal dicopot dari keanggotaan IDI, Telogo mengatakan hal itu mesti dicermati lebih lanjut.
"Tidak semudah itu, kita selama ini kan melakukan pendampingan. Sampai penetapan ini kan kita melakukan pendampingan. Ini sudah statusnya tersangka. Nah pencopotan itu harus diukur kesalahannya itu apa," jelasnya.
"Karena seorang dokter itu tidak melulu kesalahannya karena etik dalam profesi, bisa jadi karena pekerjaannya pejabat, korupsi, tidak ada hubungannya dengan etika kedokteran. Bisa jadi karena konflik rumah tangga," sambung Telogo.
Ke depan, kata Telogo, ada tim IDI Jateng yang akan mengkaji apakah tindakan yang dilakukan para tersangka termasuk dalam ranah etik atau tidak. Jika terbukti melakukan pelanggaran, nantinya mereka bisa dikenai sanksi teguran, skorsing, hingga sanksi terberat yaitu dicopot dari keanggotaan IDI.
"(Pemerasan apakah pelanggaran etik?) Nanti ditelusuri kasusnya. Perbedaan persepsi selama ini yang menjadi masalah adalah pemerasan, perundungan," ujar dia.
"Dengan penetapan tersangka ini nanti kan ada proses pengadilan, di situlah nanti akan dibahas di mana disebut perundungan, di mana disebut pemerasan," imbuh Telogo.
Telogo menjelaskan, IDI Jateng masih mendampingi para tersangka bukannya korban karena para tersangka merupakan anggota IDI Jateng. Sedangkan korban merupakan anggota IDI Tegal.
"Dokter Aulia tidak melaporkan ke IDI dan dalam hal ini beliau menjadi anggota IDI Kota Tegal. Begitu kejadian itu viral, IDI Tegal sudah dengan berkoordinasi dengan keluarga," jelasnya.
"Kalau seorang anggota IDI terlibat kasus hukum, dalam AD/ART itu dengan menjadi kewajiban kami, berarti kami harus membantu. Soal membantunya sampai di ranah mana itu terserah yang bersangkutan," sambung dia.
Telogo menegaskan, pendampingan hukum yang diberikan IDI berbasis pada laporan yang masuk ke IDI. Maka itu dia mengimbau kepada para dokter residen maupun dokter spesialis untuk melapor jika menemukan adanya pelanggaran.
"Saya berharap kasus ini nanti bisa menjadi momentum untuk melakukan perbaikan sistem pendidikan selama ini. Jika ada memang dirasa itu dianggap sebagai sebuah kesalahan, ya diperbaiki," kata Telogo.
"Kalau itu dianggap sebagai kekurangan dalam sebuah sistem, ya dilengkapi. Jadi kesempatan ini, momentum ini, bisa dijadikan titik tolak untuk perbaikan" pungkasnya.
Kaprodi-Dokter Senior Jadi Tersangka Bullying dr Aulia
Diberitakan sebelumnya, Polda Jawa Tengah (Jateng) telah menetapkan 3 tersangka dalam kasus dugaan bullying berujung tewasnya mahasiswa PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), dr Aulia Risma. Ketiga tersangka merupakan Kaprodi hingga senior Aulia.
"Ditreskrimum Polda Jawa Tengah telah menetapkan 3 tersangka kasus PPDS program pendidikan dokter spesialis, yaitu 1 saudara TE, kedua saudari SM, ketiga saudari Z," kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto di Mapolda Jateng, Kelurahan mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, Selasa (24/12/2024).
Diketahui, TE merupakan Kaprodi PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip, SM merupakan Kepala Staf Medis Kependidikan Prodi Anestesiologi, dan Z merupakan senior korban di Prodi Anestesiologi Undip.
"(Tersangka salah satunya Kaprodi?) Sudah saya jelaskan nanti rekan-rekan bisa melihat perkembangan. (Seniornya?) Ya, kurang lebih demikian. Satu laki-laki, dua perempuan," ungkapnya.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan, dan atau pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan, dan Pasal 355 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukumannya maksimal 9 tahun.
"(Barang bukti?) Total Rp 97.077.500, uang hasil semua rangkaian dari peristiwa tersebut," jelasnya.
"Ancaman hukumannya maksimal sembilan tahun," imbuh Artanto.
Untuk diketahui, kasus ini bermula setelah mahasiswi PPDS Anestesi Undip, dr Aulia Risma ditemukan meninggal di kosnya di Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu. Dia diduga bunuh diri dan disebut sempat menerima perlakuan bully dan pemerasan. Pihak keluarga yang didampingi Kemenkes melaporkan kasus itu ke Polda Jateng.
(dil/dil)