Kejaksaan Negeri Kudus menetapkan dua orang menjadi tersangka atas kasus dugaan korupsi pembangunan sentra industri hasil tembakau atau SIHT. Satu tersangka merupakan wanita berinisial HY dan pria berinisial APP yang diduga melakukan korupsi hingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 5,3 miliar.
"Keduanya terbukti melakukan perbuatan yang merugikan negara sebesar Rp 5,3 miliar," jelas Kepala Kejaksaan Negeri Kudus Henriyadi W Putro kepada wartawan di Kudus, Kamis (19/12/2024).
Dia menjelaskan tersangka HY merupakan konsultan perencanaan proyek tanah uruk SIHT Kudus. Dia diduga melakukan perencanaan dengan membengkakkan anggaran. Menurutnya berdasarkan perhitungan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pekerjaan tanah uruk SIHT senilai Rp 4 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akan tetapi tersangka HY ini melakukan pembengkakan anggaran hingga Rp 9,1 miliar," jelasnya.
Lebih lanjut sedangkan tersangka AAP ini merupakan pemenang e-Katalog untuk mengerjakan tanah uruk SIHT Disnaker Kudus. Peran tersangka AAP ini melakukan kerja sama ulang dengan pihak lain dengan nominal yang tidak sesuai dengan kontrak.
"HY merupakan warga Kudus dan berjenis kelamin wanita, sedang AAP merupakan seorang pria berjenis kelamin laki-laki asal Kendal," tutur dia.
Dia mengatakan kasus dugaan korupsi ini bermula saat tahun 2023 dinas ketenagakerjaan melakukan kegiatan pembangunan sentra industri hasil tembakau. Salah satunya terdapat pekerjaan Uruk yang memiliki volume 43.223 mΒ².
Dalam pekerjaan ini dilaksanakan dengan metode e-Katalog. Pemenang kontrak dengan nilai kontrak sebesar Rp 9,2 miliar atau senilai harga satuan sebesar Rp 212 ribu.
"Ternyata pekerjaannya tidak dikerjakan langsung, melainkan dikerjasamakan lagi dengan oknum bernama SK dengan nilai kontrak yang disunat sebesar Rp 4 miliar (harga satuan Rp 93.500) tanpa sepengetahuan PPK," jelasnya.
Tak hanya itu, oleh oknum SK tersebut penyelesaian kembali dikerjasamakan lagi dengan oknum AK. Parahnya nominal yang kembali disunat dengan hanya menyisakan anggaran sebesar Rp 3,1 miliar atau harga satuan Rp 72 ribu tanpa sepengetahuan PPK.
(afn/apl)