Polisi mengungkap kasus pungutan liar (pungli) berkedok program percepatan Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Kabupaten Magelang. Begini modus yang digunakan pelaku untuk menipu korbannya.
Kapolresta Magelang, Kombes Mustofa menerangkan terdapat ratusan guru honorer Pendidikan Agama Islam (PAI) yang jadi korban. Ada empat tersangka yang ditetapkan, dengan salah satunya guru PAI di Kabupaten Semarang.
Kasus dugaan pungutan liar ini berhasil dibongkar jajaran Polresta Magelang 9 Maret 2024 lalu. Penyidik Unit Tipikor juga menyita uang tunai Rp 1,16 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ini (rilis) menjawab dari teman-teman media yang mungkin bertanya-tanya kepada saya, tanya-tanya kepada Pak Kasat Reskrim kenapa perkara OTT yang dengan barang bukti hampir Rp 1,2 miliar itu tidak segera dirilis. Memang harapan saya, dalam rangka mempercepat proses penyidikan, kemudian untuk melindungi korban, memang korbannya adalah para guru honorer," kata Mustofa, Senin (23/9/2024).
Saat itu, ada tiga tersangka yang tertangkap tangan, yakni KZP (35) warga Salaman, HY (44) warga Salaman, dan JM (32) warga Tempuran, Kabupaten Magelang. Dari penyelidikan yang dilakukan, polisi berhasil menangkap TM (45) sebagai Ketua Umum Perhimpunan Guru dan Tenaga Kependidikan (PGTK) Bumi Serasi, pada 27 Mei 2024. Pelaku yang juga merupakan guru SDN di Bandungan, Kabupaten Semarang, awalnya dipanggil dan langsung dilakukan penahanan.
Mustofa kemudian membeberkan modus para pelaku dalam menipu ratusan guru honorer tersebut. Dia menuturkan TM yang bertindak sebagai Ketua PGTK Bumi Serasi menyampaikan soal program percepatan PPG jalur mandiri yang ternyata bohong.
"Memungut biaya Rp 8,5 juta kepada guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Kabupaten Magelang yang lolos seleksi akademik, namun belum dipanggil PPG. Modusnya tersangka kepada korban (menyampaikan) kalau kamu lulus sertifikasi, kamu memiliki sertifikat setiap bulan akan mendapatkan tunjangan Rp 3,5 juta. Jadi kenapa para guru tertarik karena ada sebuah pernyataan kalau sampai kamu lolos sertifikasi dan kamu punya sertifikat nanti kamu akan mendapat tunjangan," kata Mustofa.
Uang Dikumpulkan di Rumah Pelaku
Uang itu lantas dikumpulkan pelaku lain berinisial KZP. Polisi yang mendapatkan laporan bergegas menuju ke lokasi dan menyita uang tersebut.
"Pada tanggal 9 Maret 2024 pukul 14.00 di rumah tersangka KZP, kita berhasil mengamankan uang tunai Rp 1.037.000.000 yang terkumpul dari 122 orang guru PAI dan uang tunai Rp 127.500.000 yang terkumpul dari 15 orang guru PAI SD se-Kecamatan Tegalrejo oleh pengurus PGTK Bumi Serasi Magelang. Saat di-OTT yang berada di TKP saat itu adalah tersangka KZP, HY dan JM. Selanjutnya barang bukti uang dan para tersangka dibawa ke Polresta Magelang," katanya.
Dalam pengembangan penyelidikan, penyidik menemukan peran masing-masing tersangka.
"Tersangka TM perannya menentukan besaran tarikan uang atau pungutan yang Rp 8,5 juta. Selaku Ketua Umum PGTK Bumi Serasi mengangkat tersangka KZP, HY dan JM sebagai pengurus PGTK Kabupaten Magelang," katanya.
![]() |
Hanya TM yang Dihadirkan di Rilis
Dalam rilis yang digelar Senin (23/9), hanya TM yang dihadirkan. Mustofa menjabarkan tiga tersangka lainnya masih dalam proses penyidikan. Dia berkata usai rilis, status tersangka TM bakal dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Magelang.
"Tersangka TM, yang dia adalah guru pada sekolah negeri yang ada di Bandungan (Kabupaten Semarang). Dia adalah Ketua Umum PGTK, tapi karena profesinya guru, makanya dia penyelenggara negara. Kemudian tersangka HY, KZP dan JM sementara berjalan proses penyidikannya. Dalam waktu dekat berkas akan segera kita kirim tahap satu ke Kejaksaan. Yang tiga sementara belum kita tahan," tutur Mustofa.
Mustofa menegaskan, para pelaku dijerat Pasal 12 huruf e dan/atau pasal 12 huruf f dan/atau pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 KUHP.
"Ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar," tegasnya.
(apu/ahr)