Pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, inisial AL (57) ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan seksual terhadap empat orang santrinya. Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Magelang turut angkat bicara.
Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Magelang Muhammad Miftah mengatakan, terkait proses hukum yang sedang berjalan, pihaknya menyerahkannya kepada penegak hukum.
"Tentu, kami dari Kantor Kemenag Kabupaten Magelang menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan kita serahkan proses hukum itu kepada pihak kepolisian untuk menindaklanjuti secara penuh," kata Miftah kepada wartawan di kantornya, Jumat (2/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya pun menunggu proses hukum yang berlangsung. Jika nantinya sudah ada keputusan hukum tetap atau inkrah baru mengambil langkah sebagai dasar untuk memberikan sanksi.
"Sanksi yang paling berat dicabut izin operasional pondok pesantren tersebut," sambung Miftah.
Sementara itu, ponpes yang diasuh AL terdaftar resmi.
"(Izinnya) Resmi pondok pesantren. Ada izin operasionalnya, pada tahun 2020 itu turun izin operasional," kata Miftah.
Dijelaskannya, izin operasional ponpes yang mengeluarkan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag. Sedangkan Kemenag Kabupaten Magelang hanya memberikan rekomendasi. Selain itu, melakukan monitoring, pembinaan, dan pengawasan.
"Informasi masyarakat, kemudian kami melakukan pengecekan di lapangan (lokasi) pondok pesantren itu ada tulisan ditutup. Kami datang barangkali bertemu dengan pengasuh, ada keluarganya, ada santrinya ternyata, ketika kami datang tidak ada siapa-siapa pun keluarganya juga belum ketemu," jelasMiftah.
Berdasarkan data di Kemenag, lanjutnya, santri di ponpes tersebut ada 43 orang. Para santri tersebut telah dipulangkan ke rumahnya masing-masing.
"Pascaada kejadian ini santri-santrinya sudah dipulangkan dan kami melakukan monitoring langsung melihat kondisi ponpes tersebut," imbuhnya.
Sementara itu, berdasarkan pantauan detikJateng di lokasi ponpes, dari luar terlihat bangunan dua lantai tersebut seperti rumah biasa. Hanya saja model bangunan memanjang arah belakang.
Terlihat dari luar kondisinya sepi. Kemudian pada bagian depan ada tempat usaha, tapi tutup. Di sebelahnya ada mobil warna putih yang diparkir dan bagian atas rumah terlihat jemuran pakaian.
Warga sekitar pun kaget dan tidak menyangka jika AL diduga melakukan kekerasan seksual terhadap empat santrinya. Semenjak kejadian tersebut, pondok terlihat sepi.
"Intinya kami warga merasa syok juga, kaget dengan pemberitaan kejadian itu terlepas nanti substansinya benar atau tidak. Biarkan proses hukum berjalan untuk pembuktiannya," kata kepala dusun setempat, inisial A.
Diberitakan sebelumnya, polisi mengamankan seorang pengasuh pondok pesantren di Tempuran, Kabupaten Magelang, berinisial AL (57) terkait kasus kekerasan seksual ke santrinya. AL sempat menjalani pemeriksaan 3,5 jam dan langsung ditahan di Polresta Magelang.
Polisi menyebut AL sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan kekerasan seksual.
"Untuk proses yang dilaksanakan oleh penyidik Satreskrim khususnya Unit PPA, hari ini adalah proses pemeriksaan tersangka AL. Sudah dilakukan pemeriksaan kurang lebih 3,5 jam. Yang bersangkutan kita kirimkan surat panggilan sebagai tersangka dan hadir tepat pukul 10.30 WIB," kata Kasat Reskrim Polresta Magelang Kompol Rifeld Constantien Baba kepada wartawan di Polresta Magelang, Kamis (1/8).
Rifeld menerangkan ada puluhan pertanyaan yang diberikan ke pengasuh ponpes tersebut. Setelahnya, yang bersangkutan ditahan.
Rifeld tak memerinci detail kasus pelecehan seksual tersebut. Namun, ada empat korban dalam kasus tersebut yang semuanya santri di ponpes yang diasuh tersangka AL.
"Secara garis besar ini kasus tindak pidana kekerasan seksual. Korbannya empat orang, sudah dewasa semua," terangnya.
Atas perbuatannya, tersangka AL dijerat dengan Pasal 6c juncto Pasal 15 ayat 1 huruf b, c dan e UU RI No 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual. AL terancam hukuman maksimal 12 tahun bui dengan denda sekitar Rp 300 juta.
(rih/cln)