Potret 3 Mafia Tanah Kibuli Petani-Bank hingga Rp 34 M di Salatiga

Potret 3 Mafia Tanah Kibuli Petani-Bank hingga Rp 34 M di Salatiga

Tim detikJateng - detikJateng
Selasa, 30 Jul 2024 11:20 WIB
Polda Jateng menunjukkan mafia tanah asal Semarang yang merebut tanah 11 orang di Salatiga.
Polda Jateng menunjukkan potret mafia tanah asal Semarang yang merebut tanah 11 orang di Salatiga. (Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng)
Solo -

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah menangkap 3 orang sindikat mafia tanah asal Semarang. Mereka berkomplot menipu petani dan bank hingga meraup duit Rp 34 miliar. Ini tampang ketiganya.

Potret ketiga mafia tanah itu ditunjukkan polisi saat menggelar rilis pers terkait pengungkapan kasus mafia tanah tersebut. Para pelaku adalah DI alias Edward Setiadi (49), AH (39), dan seorang perempuan berinisial NR (41).

Kabidhumas Polda Jateng Kombes Pol Artanto menyebut lokasi kejadian berada di Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga dan Desa Bendosari, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan peran masing-masing, para tersangka menggerakkan korban untuk serahkan sertifikat dengan memberikan uang muka dan rangkaian kebohongan," kata Artanto di Kantor Ditreskrimsus Polda Jateng, Senin (29/7/2024).

Aktor intelektual kasus itu adalah AH, dia modus berpura-pura sebagai anak pengusaha rokok terkenal yang membeli tanah itu yang total luasnya 26.933 m2. Sedangkan DI menggunakan identitas palsu sebagai Edward Setiadi yang disebut sebagai pemodal. Kemudian NR mengaku sebagai notaris.

ADVERTISEMENT

"Korban diberi uang muka Rp 10 juta untuk satu bidang tanah. Ada 11 korban, mereka petani," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio.

Kemudian tanpa izin pemilik, sertifikat itu dibalik nama menjadi atas nama AH yang diduga ada unsur perbuatan melawan hukum. Bahkan, setelah itu digunakan sebagai agunan kredit modal kerja oleh AH menggunakan PT Citra Guna Perkasa di salah satu bank pelat merah senilai Rp 25 miliar.

"Kerugiannya dihitung pihak bank dari kredit macet senilai Rp 25 miliar, dari pihak petani atau pemilik sertifikat total Rp 9 miliar. Total kerugian Rp 34 miliar," jelasnya.

Ia menjelaskan para tersangka itu sudah ada di tahanan karena juga terjerat kasus berbeda yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati Jateng). Bahkan, AH sudah beberapa kali menjadi tersangka di Kejaksaan, termasuk kasus kredit fiktif.

"AH memang berada di tahanan karena masih proses hukum oleh Kejaksaan," ujarnya.

Para pelaku dijerat dengan Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penipuan dengan ancaman hukuman penjara 4 tahun dan Pasal 266 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP tentang pemalsuan dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.




(aku/rih)


Hide Ads