Tangani Korupsi Timah, Kejagung Diusulkan Jadi Otoritas Sentral Pemulihan Aset

Tangani Korupsi Timah, Kejagung Diusulkan Jadi Otoritas Sentral Pemulihan Aset

Tara Wahyu NV - detikJateng
Minggu, 19 Mei 2024 12:12 WIB
Kejagung Sita Ekskavator, Buldoser hingga 4 Smelter di Kasus Korupsi Timah
Kejagung Sita Ekskavator, Buldoser hingga 4 Smelter di Kasus Korupsi Timah. Foto: dok. Kejagung
Solo -

Komisi Kejaksaan RI mendorong pemerintah untuk memindahkan pusat otoritas penyitaan aset di luar dari Kementerian hukum dan HAM ke Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan Agung. Hal itu menyusul dari banyaknya penanganan kasus korupsi jumbo oleh kejaksaan, termasuk kasus korupsi hasil korupsi tata niaga timah yang merugikan negara Rp 271 Triliun.

Ketua Komisi Kejaksaan Prof Pujiyono Suwandi mengatakan hasil korupsi tersebut berpeluang untuk dialihkan dalam bentuk aset usaha lainnya oleh para pelaku. Seperti perkebunan sawit, tambang batubara, bahkan bisa berupa aset di luar negeri.

"Selama ini pelacakan dan penyitaan aset di luar negeri masih memerlukan izin dari Kementerian lain sebagai otoritas sentral yakni Kementerian Hukum dan HAM," katanya di Solo, Minggu (19/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dirinya khawatir dengan birokrasi ini membuat pelacakan dan penyitaan aset akan terhambat. Padahal, saat ini Kejaksaan Agung mempunyai Keadaan Badan Pemulihan Aset (BPA) sendiri.

"Lembaga ini lebih tepat menjadi otoritas sentral. Karena jangan sampai izin penyitaan hari ini diajukan tapi tahun depan izin baru turun. Hilanglah itu aset, entah karena dijual atau yang lainnya," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Untuk itu, dirinya mendorong agar pemindahan kewenangan otoritas sentral dari Kemenkum HAM dipindahkan ke BPA Kejaksaan Agung.

"Ke depan kita dorong kepada Presiden agar memindahkan kewenangan otoritas sentral ini dari kemenkum HAM ke BPA Kejaksaan Agung sebagai central authority (CA) dalam hal pemulihan aset," tuturnya.

Otoritas itu juga menjadikan Kejaksan Agung memiliki kewenangan tidak hanya menyita aset hasil korupsi, melainkan juga aset lain yang dihasilkan dari aset yang bersumber dari korupsi.

"Sehingga peluang untuk memulihkan kerugian negara semakin besar karena yang disita bisa sampai beberapa layer," kata dia.

Di sisi lain, pihaknya memberikan apresiasi terhadap penanganan kasus korupsi yang terjadi pada tata niaga timah. Kerugian yang dialami pemerintah atas kejahatan ini cukup fantastis, mencapai Rp 271 triliun.

Akademisi UNS ini mengingatkan Tim Satgasus Jampidsus untuk tidak tergoda dan terjebak pada penyitaan aset-set kecil tapi menimbulkan kesan mewah di mata publik, seperti menyita arloji mahal, sepatu, tas mewah dan sejenisnya.

"Bukannya tidak penting, tapi ingat, kerugian negara Rp 271 T, sehingga penting untuk fokus pada aset-aset besar," pungkasnya.




(ahr/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads