Komisi Kejaksaan RI mendukung putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang pengurus partai politik menjadi Jaksa Agung. Komisi itu juga mengusulkan agar Jaksa Agung diambil dari internal atau jaksa karier.
Ketua Komisi Kejaksaan, Pujiyono Suwandi mengatakan putusan yang dikeluarkan MK itu memberikan norma baru di dalam Undang-undang tentang Kejaksaan.
"Konstruksi hukum yang dibuat oleh hakim MK itu menganut positif legislator dan negatif legislator. Putusan MK terbaru ini yang keluar hari Kamis kemarin itu adalah positif legislator memberikan norma baru, yaitu menambah persyaratan di pasal 20 UU kejaksaan soal pelibatan, tidak terlibat di parpol dan kalau terlibat di parpol harus mundur selambatnya 5 tahun," katanya Pujiyono saat dihubungi, Jumat (1/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pujiono menyambut positif putusan MK tersebut. Dia menyebut hukum sudah seharusnya steril dari unsur-unsur politik sehingga hukum dijalankan sesuai koridornya.
"Nah itu positif menurut saya. Karena penindakan hukum harus steril dari anasir-anasir politik, jadi harus steril penegakan hukum itu harus koridor hukum, kalau anasir politik ikut, hukum tidak jadi panglima, hukum akan berada di bawah politik. Jadi memang harus dibebaskan dalam politik, keterlibatan dalam pengurus partai politik," ucapnya.
Lebih lanjut, Pujiyono mengusulkan agar jabatan Jaksa Agung nantinya diambil dari jaksa karier. Menurutnya, Kejaksaan Agung memiliki banyak stok jaksa yang profesional dan berintegritas.
"Justru jaksa karir kita itu orangnya pintar-pintar, jadi stok jaksa berintegritas profesional di kejaksaan sangat banyak dan mereka sudah melalui proses penjenjangan karier yang bertingkat. Sehingga kemudian ketika jaksa karier sudah pada level tertentu siap jadi Jaksa Agung," katanya.
Dia mengaku menyayangkan hal tersebut tidak dimasukkan dalam putusan MK. Padahal, hal itu mestinya ikut dimasukkan mengingat pemohon uji materi merupakan seorang jaksa karier.
"Menurut saya agak kurang berani MK ini harus memang MK membuat aja sekalian berdasarkan penegakan hukum yang bersistem, harus konsisten, maka jaksa agung harus dari dalam, jaksa karir menurut saya," kata akademisi dari UNS Solo ini.
Dilansir detikNews, Mahkamah Konstitusi (MK) melarang pengurus partai politik (parpol) menjabat Jaksa Agung. Hal ini disampaikan MK dalam putusannya terkait gugatan Undang-Undang Kejaksaan.
Dilihat detikcom, Kamis (29/2), putusan ini tertuang dalam nomor 6/PUU-XXII/2024. UU Kejaksaan ini digugat oleh seorang jaksa bernama Jovi Andrea Bachtiar.
Dalam putusannya, MK menyebut Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 45, terkait syarat Jaksa Agung. MK menyebut untuk diangkat menjadi Jaksa Agung bukan merupakan pengurus partai politik.
MK menyebut pengurus parpol yang akan diangkat menjadi Jaksa Agung harus lebih dulu berhenti dari kepengurusan parpol sekurang-kurangnya 5 tahun.
"Menyatakan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6755) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f termasuk syarat bukan merupakan pengurus partai politik kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik sekurang- kurangnya 5 (lima) tahun sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung," tulis MK dalam amar putusannya.
Sementara itu, dalam pertimbangannya, MK menilai pengurus parpol merupakan orang yang memiliki keterikatan mendalam dengan partai. Sehingga menurutnya akan berpotensi timbulnya konflik kepentingan.
"Hal ini dikarenakan sebagai pengurus partai politik seseorang memiliki keterikatan mendalam dengan partainya, sehingga berdasarkan penalaran yang wajar potensial memiliki konflik kepentingan ketika diangkat menjadi Jaksa Agung tanpa dibatasi oleh waktu yang cukup untuk terputus afiliasi dengan partai politik yang dinaunginya," tulis MK dalam pertimbangannya.
(ahr/ahr)