Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap Dwi Feriyanto (23), terdakwa kasus pembunuhan dosen UIN Raden Mas Said Solo, Wahyu Dian Silvia. Saat membacakan vonis, hakim juga mempertimbangkan soal kejiwaan terdakwa.
Sidang pembacaan vonis hari ini dipimpin oleh ketua majelis hakim Deni Indrayana dengan hakim anggota Emma Sri Setyowati dan Yesi Akhista. Vonis pidana seumur hidup ini sama dengan tuntuan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam vonis yang dibacakan, majelis hakim mempertimbangkan hal lain yang memberatkan hukuman terhadap terdakwa. Yakni, terdakwa berpotensi membahayakan masyarakat dengan jiwa emosionalnya yang berlebihan dan tidak dapat mengendalikannya dengan baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menimbang, bahwa majelis hakim berpendapat bahwa sepatutnya dilakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap terdakwa. Pendapat ini muncul dari pandangan majelis hakim, bahwa terdakwa tidak menunjukkan rasa penyesalan atas perbuatannya," kata hakim Deni saat membacakan putusan di PN Sukoharjo, Kamis (29/2/2024).
"Kejahatan ini menimbulkan beragam penafsiran, apakah terdakwa termasuk orang yang bisa mengendalikan diri atau justru mempunyai gejala psikopat. Karena justru (dalam) persidangan terdakwa mengaku merasa tidak yakin bahwa korban adalah orang menyinggungnya pada tanggal 21 Agustus 2023, karena terdakwa tidak bertatap muka langsung dengan korban, dan sebelumnya juga belum pernah bertemu dengan korban," sambungnya.
Namun akibat ucapan korban itu, terdakwa nekat membunuh korban. Dalam persidangan juga terungkap bahwa terdakwa sedang galau karena temannya tidak membayar utang kepadanya dan membuat dia kesal.
Selain itu, terdakwa juga pernah memukul pengamen dengan sebatang kayu, sehingga pengamen itu mengalami patah tulang. Gegaranya terdakwa tersinggung dituduh sesuatu oleh pengamen tersebut.
Majelis hakim menilai, terdakwa lebih mengedepankan rasa emosional saat menghadapi masalah daripada menyelesaikan dengan cara yang tepat. Ketika rasa emosinya terlampiaskan, terdakwa disebut masih bisa bersikap tenang.
"Menimbang atas fakta-fakta tersebut, majelis hakim berpendapat ada rasa kejiwaan yang dialami terdakwa yang tidak terselesaikan dan tidak mampu dikendalikannya sebagai manusia," ucap hakim.
Menurut jaksa Hendra Oki Dwi Prasetya, terdakwa memang terlihat sangat tenang selama menjalani persidangan. Terkait kejiwaan terdakwa yang dipertanyakan hakim, dia mengatakan itu penilaian dari majelis hakim.
"Kita lihat bersama selama persidangan, sikap dari terdakwa itu mengarah seperti yang dipertimbangkan majelis hakim. Dia memang tenang. Biasanya rasa penyesalan dari orang bersalah bisa nampak, sedangkan untuk terdakwa tidak," kata Hendra.
(dil/apu)