Fakta persidangan membuktikan terdakwa terbukti melakukan pembunuhan berencana sesuai dengan pasal 340 KUHP. Sebab, setelah ditegur oleh korban, terdakwa tiga kali mengintai rumah korban dengan membawa pisau, dan mengenakan pakaian yang dapat menutup identitasnya.
"Menimbang suatu tindak pidana dapat dinyatakan terlebih dahulu, apabila dapat dibuktikan dengan waktu yang cukup antara persiapan dengan tindak pidana," kata
Ketua Majelis Hakim Deni Indrayana, saat membacakan putusannya di PN Sukoharjo, Kamis (29/2/2024).
"Menimbang bahwa terpenuhi seluruh unsur pidana dalam konstruksi hukum pidana Pasal 340 KUHP UU ke-1 primer, perbuatan terdakwa dapat dibuktikan mengabulkan tindak pembunuhan berencana secara sah dan meyakinkan," imbuhnya.
Hakim menjatuhkan hukuman seumur hidup terhadap terdakwa Dwi Feriyanto. Dalam amar putusannya majelis hakim menyebut hal yang meringankan terdakwa yakni bersikap baik, dan menyadari perbuatannya.
Namun, sejumlah hal yang memberatkan menjadi pertimbangan, seperti perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, perbuatan terdakwa kejam dan tidak berperikemanusian, keluarga korban menderita trauma psikologis yang sangat dalam, dan pemilik rumah tempat kejadian mengalami trauma psikologis akibat kejadian tersebut. Kemudian terdakwa berpotensi membahayakan masyarakat dengan jiwa emosionalnya yang berlebihan dan tidak dapat dikendalikannya dengan baik.
"Menimbang, bahwa majelis hakim berpendapat bahwa sepatutnya dilakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap terdakwa. Pendapat ini muncul dari pandangan majelis hakim, bahwa terdakwa tidak menunjukkan rasa penyesalan atas perbuatannya," ujarnya.
"Kejahatan ini menimbulkan beragam penafsiran, apakah terdakwa termasuk orang yang bisa mengendalikan diri, atau justru mempunyai gejala psikopat. Karena justru persidangan terdakwa mengaku merasa tidak yakin, bahwa korban adalah orang menyinggungnya pada tanggal 21 Agustus 2023, karena terdakwa tidak bertatap muka langsung dengan korban, dan sebelumnya juga belum pernah bertemu dengan korban," tambahnya.
Namun akibat ucapan korban itu, Feri nekat menghabisi nyawa korban. Dalam persidangan juga terungkap, terdakwa sedang galau karena temannya tidak membayar utang kepadanya. Hal ini disebut membuat Feri kesal.
Selain itu, terdakwa juga pernah memukul pengamen dengan sebatang kayu, yang mengakibatkan tangan pengamen itu mengalami cedera patah tulang. Hanya karena terdakwa tersinggung dituduh pengamen tersebut.
Majelis hakim menilai terdakwa lebih mengedepankan rasa emosionalnya saat menghadapi masalah, daripada menyelesaikan dengan cara yang tepat. Ketika rasa emosi terlampiaskan, terdakwa masih bisa bersikap tenang.
"Menimbang atas fakta-fakta tersebut, majelis hakim berpendapat, ada rasa kejiwaan yang dialami terdakwa yang tidak terselesaikan, dan tidak mampu dikendalikannya sebagai manusia," ucapnya.
Baca juga: 3 Pengakuan Dwi Pembunuh Dian Dosen UIN Solo |
Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus tersebut Hendra Oki Dwi Prasetya mengakui jika terdakwa memang terlihat sangat tenang selama menjalani persidangan. Terkait kejiwaan terdakwa yang dipertanyakan hakim, dia mengatakan itu penilaian dari majelis hakim.
"Kita lihat bersama selama persidangan, sikap dari terdakwa itu mengarah seperti yang dipertimbangkan majelis hakim. Dia memang tenang. Biasanya rasa penyesalan dari orang bersalah bisa nampak, sedangkan untuk terdakwa tidak," kata Hendra.
(ams/apl)