Kasus pembunuhan yang menewaskan Dosen UIN Raden Mas Said Solo, Wahyu Dian Silviani (34), telah memasuki masa persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Dalam agenda itu, terdakwa Dwi Feriyanto (23), menceritakan motif dan kronologi kasus tersebut.
Kepada Majelis Hakim, Dwi mengatakan jika dia bekerja sebagai kuli bangunan untuk melakukan renovasi rumah korban di Perumahan Graha Sejahtera Tempel, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo. Dia baru bertemu korban satu kali pada Senin (21/8/2023) lalu.
"Saya bekerja selama 3 minggu. Kesal dibilang tolol. (Korban) ketemu sama saya baru sekali itu," kata Dwi saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo, Rabu (31/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari perkataan itu, terdakwa merasa sakit hati, hingga muncul niatan membunuh korban. Pada tanggal 21-22 Agustus malam, terdakwa sempat melewati rumah korban dengan membawa pisau. Karena ada orang ronda, terdakwa belum melancarkan aksi pembunuhannya.
Aksi pembunuhan itu dilancarkan terdakwa pada tanggal 23 Agustus, setelah ia melihat motor korban berada di rumah saksi yang ditinggali korban. Terdakwa memanjat lewat tembok, dan masuk ke dalam rumah lewat loteng.
Setelah berhasil masuk, Dwi melihat korban tertidur di ruang tengah. Awalnya, dia sempat mengambil handphone dan uang korban sejumlah Rp 250 ribu. Handphone korban kemudian ia jual.
Korban sebenarnya sempat terbangun. Namun pelaku kemudian membunuhnya dengan pisau yang dibawanya.
Setelah korban tidak bergerak, pelaku kemudian mengecek nadi korban. Dari situ ia menyadari korban sudah meninggal dunia. Dwi kemudian membersihkan diri dari darah yang menempel, dan menunggu situasi aman, lalu keluar rumah melalui pintu depan.
Kepada Ketua Majelis Hakim Deni Indrayana, terdakwa mengaku menyesal, dan siap menjalani hukuman. Hal itu yang mendasarinya tidak melarikan diri.
"Setelah itu saya menyesal, karena sudah mengambil nyawa korban. Saya mikirnya sudah terjadi, saya mau menjalani hukuman. Makanya saya tidak lari. (Tidak menyerahkan diri?) Saya belum ada nyali," ucapnya.
Dwi mengaku, hal yang mendasarinya melakukan pembunuhan itu karena sakit hati dengan korban, karena dimaki dengan umpatan kasar. Selain itu, dia juga sedang kesal karena temannya tidak segera membayar utang.
"Teman saya punya utang kepada saya, tidak dibayar-bayar. Saya kesal. Ditambah saya dimarah-marahin," kata dia.
Terdakwa sendiri terancam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Saat majelis hakim memberitahunya bisa dihukum mati, terdakwa mengaku sudah siap.
"Saya tidak pantas lagi untuk hidup," pungkas terdakwa.
Adapun kasus pembunuhan tersebut terjadi pada Agustus tahun lalu. Warga Gatak, Sukoharjo dikejutkan dengan penemuan mayat korban di rumahnya.
Polisi yang menduga bahwa korban merupakan korban pembunuhan kemudian melakukan penyelidikan. Ternyata korban dibunuh oleh pelaku yang merupakan buruh bangunan yang sedang bekerja merenovasi rumah korban.
(ahr/apu)