Warga Jawa Tengah (Jateng) ramai-ramai mengajukan gugatan terhadap tiga sosok yang saat ini tengah menjadi perhatian. Yakni Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, mantan Ketua MK Anwar Usman dan mahasiswa UNSA Almas Tsaqibbirru.
Ketiganya digugat dengan nilai gugatan yang sangat fantastis yakni mencapai triliunan rupiah. Untuk gugatan terhadap Gibran dan Almas diajukan oleh Ariyono Lestari yang merupakan alumnus Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS).
Gugatan itu diajukan Ariyono secara online. Kuasa hukum Ariyono Lestari, Andhika Dian Prasetyo mengatakan, pihaknya mengatasnamakan dirinya sebagai Tim GIBERAN (Giliran Berantakan). Dalam gugatan tersebut Almas sebagai tergugat satu, dan Gibran Rakabuming Raka sebagai tergugat dua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pengajuan gugatan Andhika menyebut Almas telah mencatut Universitas Negeri Surakarta. Menurutnya itu bukan UNSA, melainkan UNS.
"Karena dalam uji materiil yang dilakukan Almas, di situ terjadi pengaburan atau pembohongan bahwa dia adalah mahasiswa Universitas Negeri Surakarta, padahal tidak ada. Yang ada Universitas Surakarta atau yang disingkat UNSA," kata Andhika saat ditemui awak media di PN Solo, Senin (13/11/2023).
Meski dalam surat pemohonan dan gugatan sudah direvisi, dan tidak mencantumkan Almas dari Universitas Negeri Surakarta. Namun, menurut Andhika, hal itu ada kecacatan hukum.
"Itu di gugatan uji materi, yang awal. Di website MK yang sekarang kemungkinan sudah diubah. Tapi tidak boleh seperti itu," ujarnya.
Sementara, terkait gugatannya terhadap Gibran, dia menuturkan putusan MK soal perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 sangat menguntungkannya maju sebagai Cawapres.
"Dengan putusan MK, seperti yang banyak media liput, dan ahli dari politik, dan ahli hukum, sangat diuntungkan dengan putusan itu. Kami minta kepada KPU untuk menunda atau membatalkan pencawapresan dari Mas Gibran," ujarnya.
Digugat Rp 204 Triliun
Dia menilai dasar Ariyono menggugat karena putusan MK tersebut dianggap memberikan jalan mulus dalam pencalonan capres-cawapres. Sehingga demokrasi di Indonesia jadi mundur.
Maka dari itu, Tim Giberan berkesimpulan para Tergugat selayaknya mengganti tiap-tiap warga negara sebesar Rp 1 juta dikalikan seluruh jumlah pemilih tetap Pemilihan Umum 2024 yakni sebesar 204.807.222 orang, sehingga totalnya menjadi Rp 204.807.222.000.000.
Nilai tersebut diberikan kepada lembaga terkait sebagai anggaran pendidikan kepada seluruh warga masyarakat untuk mendapatkan pencerahan mengenai ilmu kewarganegaraan yang baik.
"Langkah selanjutnya kami masih menunggu sidang pertama," pungkasnya.
Anwar Usman Digugat Rp 1,3 triliun
Gugatan juga diajukan oleh belasan warga Kabupaten Banyumas terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang dinilai melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Gugatan tersebut diajukan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penggugat terdiri dari 5 orang advokat, 5 orang mahasiswa Hukum, 2 calon advokat dan 1 penulis. Mereka datang dengan didampingi 18 advokat alumni Unsoed Purwokerto untuk menuntut agar Anwar Usman mundur dari kursi hakim MK.
Aan Rohaeni, pengacara sekaligus juru bicara penggugat, mengatakan gugatan tersebut sudah didaftarkan hari Senin (13/11/2023) dengan nomor perkara :756/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst.
"Alasan gugat itu didaftarkan agar marwah Mahkamah Konstitusi tetap tegak. Sebagai lembaga peradilan yang mandiri dan merdeka dari campur tangan pihak manapun," kata Aan melalui siaran pers yang diterima dari salah satu penggugat, Senin (13/11/2023).
Selain itu menurut Aan, Anwar juga diminta agar secara sadar untuk mundur dari hakim konstitusi setelah diputus sanksi berat oleh MKMK.
"Gugatan yang diajukan oleh para penggugat memiliki tujuan tunggal agar Anwar Usman secara ksatria segera mundur dari jabatan sebagai Hakim Konstitusi MK. Semata demi kepentingan bangsa dan negara, serta demi menghindari terjadinya konflik horizontal dan vertikal pasca Pemilu 2024," tegasnya.
Aan juga menegaskan Anwar Usman digugat atas dasar adanya 2 peristiwa. Di dalamnya memuat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat, yang dapat dicela oleh masyarakat.
Kemudian perbuatan Anwar Usman yang memilih untuk tetap bertahan menjadi Hakim Konstitusi adalah perbuatan yang tidak patut, tercela, dan bertentangan nilai-nilai moral yang hidup dalam masyarakat.
"Padahal terbitnya Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Nomor: 2/MKMK/L/11/2023, tanggal 7 November 2023, secara yuridis membuktikan bahwa ANWAR USMAN telah melakukan perbuatan tercela dan tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi Hakim Konstitusi," ucapnya.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya....
Simak Video "Video: Heboh Pernikahan Anak di Lombok Berujung Ortu Pengantin Dipolisikan"
[Gambas:Video 20detik]