Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan Kementerian PPPA, Ciput Eka Purwiyanti meminta agar masyarakat tidak lagi menyebarkan video yang menunjukkan aksi kekerasan dengan melibatkan anak-anak di bawah umur. Hal ini disampaikan usai pertemuan dengan pihak kepolisian untuk memastikan proses hukum MK (15) dan WS (14) pelaku penganiayaan dan perundungan yang saat ini sedang berjalan.
"Setop ketika menerima konten kekerasan terhadap anak di diri masing-masing. Kalau mau menginformasikan ke petugas cukup screenshot-nya. Jangan kirim full videonya. Karena itu kita berarti turut menyebarluaskan hal-hal ini," kata Ciput kepada wartawan, Jumat (29/9/2023) malam.
Hal ini menurutnya bisa berdampak buruk bagi perkembangan anak yang saat ini sudah leluasa bermain media sosial. Sebab tidak semua anak bisa mengolah informasi dengan baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena anak-anak itu kan jiwanya tidak semua siap menerima dan mengolah informasi dengan benar. Tidak semua anak itu mampu. Bisa jadi dia lihat malah termotivasi. Ini yang ingin kita hindari," terangnya.
Ciput berharap peran serta masyarakat dalam mengurangi penyebaran konten-konten berbau kekerasan terhadap anak di bawah umur. Jika ada masyarakat yang menjumpai diharap langsung melapor pihak berwajib.
"Kami perlu partisipasi masyarakat untuk membantu melapor kalau menemukan konten-konten kekerasan terhadap yang beredar dibiarkan. Itu sudah diatur oleh UU Perlindungan Anak. Kita juga sudah ratifikasi konvesi hak anak itu ada satu hak anak yaitu hak atas informasi yang layak," jelasnya.
Dia menambahkan saat ini sudah bekerja sama dengan Kementerian Kominfo untuk mengurangi penyebaran informasi yang tidak benar. Konten apapun yang mengandung informasi bohong bisa langsung diturunkan, terlebih jika itu berkaitan dengan anak-anak.
"Era digital bisa ditreking. Kami ada sistemnya juga bersama Kementerian Kominfo untuk menghandel disinformasi dan hoax yang beredar. Jadi mulai take down. Kalau informasinya itu sudah mulai berdampak hukum bisa juga korban yang merasa keberatan dengan publikasi itu bisa melapor untuk mendapat keadilan. Semua itu sudah diatur," pungkasnya.
(apl/apl)