Mereka sempat membentangkan tiga spanduk, yang bertuliskan agar terdakwa dihukum berat. "PAK HAKIM, TOLONG INGAT BANYAK KORBAN. TOLONG DIHUKUM SEBERAT-BERATNYA" tulis salah satu spanduk.
Menurut salah satu orang tua korban, Sari Yuniarti, hingga persidangan vonis ini sudah ada 10 korban yang melapor. Korban tak hanya dalam kasus saat kasus itu terkuak, namun juga mantan murid terdakwa dahulu.
"Kejahatan ini sudah 23 tahun tertutup. Kalau tidak terbuka dengan kasus ini, korban akan lebih banyak lagi. Karena terbuka, cuma sampai di sini," kata Yuni kepada awak media di PN Solo, Rabu (13/9/2023).
Sebelumnya, terdakwa dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) dengan hukuman penjara 14 tahun. Dalam sidang tersebut, terdakwa mengaku sudah tobat.
Yuni menilai, terdakwa adalah predator anak yang memiliki kelainan pedofilia. Sehingga dikhawatirkan pelaku akan mengulangi perbuatannya lagi.
"Namanya pedofil, istilahnya tobat tomat. Bar tobat bar kui kumat. Harusnya benar-benar sampai hukuman maksimal. 15 tahun lah, toh dia juga dapat potongan tahanan," ucapnya.
Dia menuturkan, akibat perbuatan terdakwa, baik anak maupun orang tua korban mengalami trauma. Selain 10 korban yang berani melapor, dia meyakini masih ada korban lain yang tidak berani melapor.
"Jumlah korban lebih dari 10 itu. Nyatanya, korban yang sudah berumur 38 tahun ada melapor, jadikan kejahatan itu sudah lama. Rentan waktu itu juga pasti banyak korban, tapi tidak melapor," ujarnya.
Hingga saat ini, sambung Yuni, para korban masih menjalani trauma healing. Mereka masih dilakukan pendampingan oleh UPT PTPAS Kota Solo. Korban disediakan dokter psikiater anak, dan dilakukan tes rutin.
"Saat ini masih pendampingan. Mungkin nanti sampai SMA mereka masih dilakukan pendampingan. Supaya mereka lurus lagi, tidak belok," pungkasnya.
(apl/aku)