Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jogja Agnes Hari Nugraheni mengizinkan sepasang kekasih beragama Islam dan Katolik menikah. Calon pengantin pria YC (27) dan calon pengantin wanita AG (26) sebelumnya sudah menikah secara agama.
Kasus bermula saat keduanya menikah di gereja Katolik Kotabaru, Jogja, pada 1 Oktober 2022 lalu. Saat hendak mencatatkan pernikahan ke negara lewat Kantor Dukcapil, ternyata ditolak.
Kala itu, pihak Dukcapil meminta penetapan terlebih dulu ke hakim karena mengacu ke UU Adminduk. Akhirnya penetapan diajukan dan dikabulkan hakim tunggal Agnes Hari Nugraheni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memberikan izin kepada para pemohon untuk mencatatkan perkawinan beda agama di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta," putus Agnes Hari Nugraheni seperti dikutip detikNews dalam situs PN Jogja, Senin (19/6/2023).
Dalam pertimbangannya, Agnes Hari Nugraheni menyatakan Pasal 28B UUD 1945 menyebutkan bahwa:
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
"Dengan mendasarkan pada fakta tentang kehidupan beragama di Indonesia dalam kaitannya dengan pergaulan hidup dalam masyarakat, memberikan kemungkinan terjadinya perkawinan antar warga masyarakat/penduduk yang berbeda agama dan UU Perkawinan, tidak mengatur mengenai perkawinan beda agama," ujar Agnes Hari Nugraheni.
Agnes Hari Nugraheni juga mengutip Penjelasan Umum atas UU 24 Tahun 2013, antara lain menjelaskan:
Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada hakikatnya berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh penduduk yang berada didalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bahwa salah satu peristiwa penting yang diakui dalam undang- undang ini antara lain adalah kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian dan seterusnya (pasal 1 angka 17 );
Bahwa berbagai Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tegas menjamin hak setiap penduduk untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, menjamin kebebasan memeluk agama dan memilih tempat tinggal di wilayah Republik Indonesia dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Bahwa Administrasi Kependudukan sebagai suatu system diharapkan dapat diselenggarakan sebagai bagian dari penyelenggaraan administrasi Negara, yang dari sisi kepentingan Penduduk, Administrasi Kependudukan memberikan pemenuhan hak-hak administratif, seperti pelayanan publik, serta perlindungan yang berkenaan dengan Dokumen Kependudukan, tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif.
Selain itu, ketentuan Pasal 35 UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, mengatur bahwa 'Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi':
a. Perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan, dan
b. Perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan di Indonesia atas permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan.
"Di dalam penjelasan resmi UU Nomor 23 Tahun 2006, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan 'perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan' sebagaimana diatur dalam Pasal 35 huruf a adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama," pungkas Agnes Hari Nugraheni.
(ams/sip)