Waket KPK Ungkap Eks Walkot Jogja Terabas Sederet Aturan soal Izin Apartemen

Waket KPK Ungkap Eks Walkot Jogja Terabas Sederet Aturan soal Izin Apartemen

Heri Susanto - detikJateng
Kamis, 30 Jun 2022 15:28 WIB
Wakil ketua KPK Nurul Ghufron di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Kamis (30/6/2022)0.
Wakil ketua KPK Nurul Ghufron di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Kamis (30/6/2022). (Foto: Heri Susanto/detikJateng)
Yogyakarta -

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkap ada banyak pelanggaran aturan izin pendirian apartemen Royal Kedhaton hingga berujung Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti. Pelanggaran itu di antaranya wilayah pendirian, derajat elevasi hingga jumlah lantai yang akan dibangun.

"Ini lingkungan cagar budaya, tidak boleh, kemudian ditabrak-tabrak. Tapi kemudian karena di dalamnya terbumbui, ada kepentingan-kepentingan non kepentingan rakyat, non kepentingan hukum tentu di dalamnya, ada kepentingan pribadi, itu yang mengakibatkan hukum pun dilanggar," kata Nurul usai rakor bersama Gubernur, Bupati, Wali Kota, dan pimpinan daerah di DIY, di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Kamis (30/6/2022).

Nurul mengungkapkan, kasus eks Walkot Jogja Haryadi Suyuti berkaitan dengan suap pada pemberian izin pendirian apartemen. Nurul menguraikan sejumlah pelanggaran yang dilakukan dengan pemberian izin itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kasus Wali kota Jogja berkaitan dengan suap pada pemberian izin pendirian hotel, pelanggaran hukumnya jelas, daerahnya yang tidak memungkinkan tapi dikeluarkan. Kemudian derajat elevasinya maupun jumlah lantainya dari ketentuan juga dilanggar. Ini menunjukkan apa, ketika ada kepentingan maka ketentuan-ketentuan perundang-undangan juga akan diterabas itu faktanya," tegas Ghufron.

Ia menambahkan, ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah (Perda) Di Kota Jogja soal pendirian hotel dan apartemen sebenarnya sudah sangat jelas dan pasti. Namun aturan yang begitu jelas justru dilanggar.

ADVERTISEMENT

"Apa yang kemudian kami tindaklanjuti dalam rakor pencegahan ini, jadi kami sekali lagi berharap, sebenarnya jalannya baik, ketentuan-ketentuan perda yang mengatur hotel di Kota Jogja ini sudah sangat limitatif, sudah sangat jelas dan pasti. Tapi kepastian dan kejelasan itu juga dilanggar," katanya.

Bahkan, yang kini menjadi bukti KPK, lanjut Nurul, soal rekomendasi dari Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP). Rekomendasi yang menyatakan tak memungkinkan untuk dikeluarkan izin ini juga dilanggar.

"Bahkan, rekomendasi teknis dari PUPR yang mengatakan tidak memungkinkan, juga diabaikan. Apa ini maknanya? Kami berharap ada komitmen ketika regulasi dibuat itu harus kemudian ditegakkan ditaati. Kalau kemudian peraturan dibuat tapi tidak ditaati, ketidaktahuan itu kemudian ada apa-apanya," jelasnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

"Ada apa-apanya itu yang kemudian indikasi ada korupsi. Itu yang kami tekanan di sini ada dua hal, ada ketentuan administrasi yang perlu dilakukan agar tertib agar jelas, agar berkepastian, perlindungan hukum yang diharapkan itu terlindungi," imbuhnya.

Seperti diberitakan, Haryadi Suyuti ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis (2/6) dan ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (3/6). KPK menyebut Haryadi terlibat kasus suap perizinan pendirian apartemen Royal Kedhaton di dekat Malioboro Jogja.

Dalam OTT tersebut, penyidik KPK juga menyita sejumlah barang bukti berupa pecahan mata uang asing senilai USD 27.258 dan dokumen. Selain Haryadi, KPK juga menetapkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Jogja Nurwidhihartana, serta Triyanto Budi Yuwono selaku sekretaris pribadi merangkap ajudan Haryadi, dan pihak pengembang Vice President Real Estate PT SA Tbk Oon Nusihono sebagai tersangka.

Halaman 2 dari 2
(aku/sip)


Hide Ads