Filosofi Tari Bedhaya Ketawang Solo, Digunakan Saat Agenda Apa?

Filosofi Tari Bedhaya Ketawang Solo, Digunakan Saat Agenda Apa?

Anindya Milagsita - detikJateng
Sabtu, 15 Nov 2025 14:16 WIB
Pertunjukan tari Bedhaya Ketawang dalam acara Jumenengan di Keraton Kasunanan Solo, Kamis (16/2/2023).
Tari bedhaya ketawang. (Foto: Agil Trisetiawan Putra/detikJateng)
Solo -

Tari bedhaya ketawang berasal dari Surakarta atau Solo yang biasanya kerap ditampilkan dalam acara-acara di lingkungan Keraton Solo. Di dalamnya, terdapat filosofi mendalam mengenai kisah Kanjeng Ratu Kidul.

Menurut penelitian bertajuk 'Gerakan Tari Bedhaya Ketawang Surakarta sebagai Ide Penciptaan Motif Pada Busana Ready to Wear' oleh Diva Putri Gunawan, nama bedhaya ketawang berasal dari kata 'bedhaya' yang berarti penari wanita di istana, sedangkan kata 'ketawang' memiliki makna langit atau mendung di langit.

Salah satu momen sakral ditampilkannya tari bedhaya ketawang adalah saat naiknya takhta Raja Keraton Kasunanan Surakarta. Hal ini tidak terlepas dari tari bedhaya ketawang yang sarat akan makna dan filosofi mendalam. Untuk lebih jelasnya, mari simak rangkuman informasi menarik mengenai tari bedhaya ketawang sebagai bagian dari budaya khas dari Surakarta atau Solo ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Poin Utamanya:

  • Tari Bedhaya Ketawang melambangkan hubungan sakral antara Kanjeng Ratu Kidul dan Raja Mataram, yang menggambarkan cinta dan juga kesetiaan terhadap kerajaan.
  • Tarian ini dianggap sakral karena dipercaya bahwa Ratu Kidul turut hadir secara gaib saat pertunjukan, sehingga gerak, busana, dan prosesi dilakukan dengan aturan khusus.
  • Bedhaya Ketawang menjadi simbol keagungan dan legitimasi kekuasaan raja, ditampilkan pada momen penting seperti penobatan dan upacara kerajaan, dengan 9 penari sebagai lambang kesempurnaan.

ADVERTISEMENT

Filosofi Tari Bedhaya Ketawang Solo

Sebelumnya, sudah dijelaskan sekilas mengenai arti di balik nama bedhaya ketawang. Ternyata tarian ini menyimpan filosofi yang begitu mendalam. Masih dikutip dari penelitian yang sama, tari bedhaya ketawang dianggap sebagai lambang dari kebesaran seorang raja.

Hal tersebut tidak terlepas dari nama tari bedhaya ketawang yang erat kaitannya dengan tempat tinggal para dewa hingga sesuatu yang suci atau tinggi. Sementara itu, tari bedhaya ketawang diciptakan sebagai wujud dari kisah cinta antara Kanjeng Ratu Kidul dan juga Panembahan Senopati yang merupakan Raja Mataram pertama.

Gerakan tari bedhaya ketawang disebut mampu menggambarkan bujuk rayu permohonan Ratu Kidul agar Panembahan Senopati tidak pergi. Sebaliknya, Ratu Kidul berharap Panembahan Senopati menetap dan bersinggasana di Samudra Kidul.

Kendati begitu, Panembahan Senopati tidak dapat memenuhi keinginan Ratu Kidul tadi. Sebaliknya, keduanya sepakat agar menjaga Kerajaan Mataram bersama-sama. Sebagai wujud cinta, diciptakannya tari bedhaya ketawang ini.

Sementara itu, di dalam buku 'Bercah-bercah Estetika Nusantara' karya Mudji Sutrisno, dkk., tari bedhaya ketawang memiliki filosofi mendalam yang berkaitan dengan hubungan antara Kanjeng Ratu Kidul dan Panembahan Senopati. Hal ini dikarenakan melalui tarian ini pula, Ratu Kidul dan bala tentaranya menyatakan diri setia kepada Panembahan Senopati.

Tak heran, keberadaan tari bedhaya ketawang dianggap sangat sakral. Biasanya tarian ini akan melibatkan setidaknya 9 penari putri dengan menggunakan kostum yang sama. Tidak hanya itu saja, gerakan yang dihasilkan juga sama antara penari yang satu dengan lainnya.

Mitos Tari Bedhaya Ketawang

Selain punya filosofi mendalam yang berkaitan dengan Ratu Kidul dan Panembahan Senopati, tari bedhaya ketawang turut menyimpan mitos yang mungkin masih diyakini hingga saat ini. Mitos yang dimaksud berkaitan erat dengan datangnya Ratu Kidul selama pertunjukan tari berlangsung.

Menurut penelitian 'Makna Simbolik Tari Bedhaya Kirana Ratih di Keraton Kasunanan Surakarta' karya Dewi Purnama Sari, dkk., ada keyakinan di kalangan tertentu bahwa saat tari bedhaya ketawang, Kanjeng Ratu Kidul akan hadir. Kendati begitu, kehadirannya dalam wujud yang ghaib.

Bahkan hanya orang-orang tertentu yang bisa menyaksikan kehadiran dari Ratu Kidul selama pertunjukan berlangsung. Mitos ini ternyata tidak terlepas dari kisah yang melatarbelakangi tarian ini.

Masih dikutip dari penelitian sebelumnya, kesepakatan untuk menjaga Kerajaan Mataram membuat Panembahan Senopati dan Ratu Kidul menyatakan kesetiaannya. Salah satunya berupa Panembahan Senopati yang mempersilakan Ratu Kidul berkunjung apabila sewaktu-waktu raja-raja keturunan Kerajaan Mataram menggelar tari bedhaya ketawang ini.

Tidak sampai di situ saja, konon, Panembahan Senopati turut mengundang Ratu Kidul datang ke daratan guna mengajarkan para penari atau abdi dalem bedhaya dalam menarikan tari bedhaya ketawang ini. Oleh sebab itulah, tari bedhaya ketawang dikenal sarat akan kesakralan, termasuk di lingkup Keraton Kasunanan Surakarta.

Tari Bedhaya Ketawang Solo untuk Agenda Apa?

Pada lingkup Keraton Solo, tari bedhaya ketawang punya fungsi berupa legitimasi kekuasaan. Disebutkan dalam penelitian lain berjudul 'Tari Bedhaya Ketawang Legitimasi Kekuasaan Raja Surakarta' karya Nora Kustantina Dewi, tarian ini dianggap sebagai simbol Raja Keraton Solo yang dianggap sah sebagai pewaris keturunan Kerajaan Mataram.

Selain itu, melalui tarian bedhaya ketawang ini juga keajegan kekuatan ghaib terpancarkan. Untuk itu, tari bedhaya ketawang biasanya digelar dalam berbagai acara sakral yang berkaitan dengan Raja Keraton Solo. Satu di antaranya pada saat raja yang baru naik takhta.

Hal tersebut dikarenakan melalui tari bedhaya ketawang ini, dapat menjadi salah satu simbol pengukuhan kewibawaan seorang raja. Ini yang membuat tari bedhaya ketawang bisa dikatakan tidak hanya berkaitan dengan pusaka semata, tapi juga menunjukan kebesaran sosok raja.

Sementara itu, di dalam buku 'Etika Jawa: Pedoman Luhur dan Prinsip Hidup Orang Jawa' oleh Sri Wintala Achmad, tari bedhaya ketawang biasanya harus ditampilkan di hadapan seorang raja. Baik itu saat raja naik takhta maupun berulang tahun hingga perayaan penting lainnya.

Kendati begitu, tari bedhaya ketawang bisa ditampilkan di luar istana dengan ketentuan khusus. Pada jumlah penari bedhaya ketawang biasanya melibatkan 9 orang perempuan, tapi saat dipentaskan di luar istana, maka jumlah penari yang diperlukan hanya ada 6 atau 7 orang saja.

Ketentuan tersebut bukanlah tanpa alasan. Ini dikarenakan ada makna tersendiri di balik angka 9. Dikatakan angka 9 melambangkan kesempurnaan hidup manusia. Baik itu berkaitan dengan warna cakra dalam diri manusia, arah mata yang dikuasi oleh dewa-dewa, hingga anggota badan manusia.

Demikian tadi mengenai filosofi tari bedhaya ketawa khas Solo yang dianggap sakral dan ditampilkan pada saat-saat tertentu. Semoga informasi ini mampu menambah wawasan baru bagi kamu, ya.




(sto/alg)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads