Sampai sekarang, masyarakat Jawa masih setia menggunakan kalender Jawa untuk mencari tahu hari baik dan weton. Keduanya lantas dipergunakan untuk mengambil keputusan terkait berbagai hal, seperti waktu pindah rumah dan tanggal pernikahan.
Dirujuk buku Petangan Jawi tulisan Tri Aji Budi Harto, kalender atau penanggalan Jawa memiliki dua siklus hari, yakni siklus mingguan dan siklus pekan pancawara. Siklus mingguan berisi 7 hari yang lazim digunakan (Senin-Minggu), sedangkan siklus pekan pancawara berisi lima hari pasaran bernama Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing.
Nama-nama bulan yang digunakan dalam kalender Jawa terinspirasi dari penanggalan Hijriah. Di antaranya adalah Ramadhan, Sapar, Sura, Mulud, Bakdamulud, Jumadilawal, dan Jumadilakhir. Biarpun namanya mirip, sistem tanggalan Jawa dan Hijriah punya perbedaan dalam menentukan hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasar keterangan dari buku Horoskop Jawa oleh Suroso Aji Pamungkas, bulan ganjil kalender Jawa punya total 30 hari, sedangkan bulan genapnya 29 hari. Di sisi lain, jumlah hari kalender Hijriah ditentukan siklus bulan, bukan aturan baku.
Menariknya, dalam 30 atau 29 hari tiap bulan tanggalan Jawa tersebut, ada hari baik maupun buruk. Apa itu? Simak penjelasan singkatnya melalui artikel di bawah ini!
Hari Baik Kalender Jawa
Sesuai namanya, hari baik adalah waktu yang diyakini orang Jawa tepat untuk melakukan berbagai macam kegiatan. Jika melaksanakan hajat pada hari baik, diyakini tidak akan ada bala yang menimpa.
Sebaliknya, hari tidak baik atau hari naas perlu dihindari sebisa mungkin. Apabila nekat menyelenggarakan hajat saat hari naas, orang Jawa percaya, pengaruh-pengaruh buruk bisa datang dan menimbulkan kejelekan.
Dirujuk dari Primbon Praktis tulisan Mama Flo, watak hari adalah sebagai berikut:
- Minggu: uriping jagad, artinya baik
- Senin: mlumpat, artinya kurang baik
- Selasa: babagan pati, artinya amat jelek
- Rabu: uriping roh, artinya baik
- Kamis: purbaning roh, artinya baik
- Jumat: rasa tunggal, artinya baik
- Sabtu: dalaning pati, artinya amat jelek
Selain watak hari, dijelaskan bahwa baik tidaknya hari juga bisa dipahami berdasar jam. Sebab, dalam satu hari, ada jam baik dan jam sial yang biasa dipergunakan sebagai acuan. Berikut rinciannya:
- Minggu: 6, 7, 12, 1 (jam sial) dan 8, 2 (jam baik)
- Senin: 4, 5, 10, 11 (jam sial) dan 6, 12 (jam baik)
- Selasa: 3, 4, 8, 9 (jam sial) dan 5, 1 (jam baik)
- Rabu: 2, 3, 6, 7 (jam sial) dan 4, 8 (jam baik)
- Kamis: 12, 1, 4, 5 (jam sial) dan 2, 6 (jam baik)
- Jumat: 10, 11, 3, 4 (jam sial) dan 12, 5 (jam baik)
- Sabtu: 8, 9, 6, 7 (jam sial) dan 10, 8 (jam baik)
Lebih lanjut, ada pula pengetahuan seputar hari yang dianggap tidak baik, yakni Minggu Pahing, Sabtu Pon, Jumat Wage, Selasa Kliwon, Senin Legi, dan Kamis Wage. Adapun hari yang sangat jelek, artinya lebih buruk alias bukan sekadar tidak baik, adalah Rabu Legi, Minggu Pahing, Kamis Pon, Selasa Wage, dan Sabtu Kliwon.
Dalam buku 27 Resep Sajen Perkawinan Pasang Tarub Jawa oleh Tim Rumah Budaya Tembi, dijelaskan sebenarnya semua hari adalah hari baik. Oleh karena itu, yang terpenting adalah menghindari hari tidak baik dalam satu bulan seperti sudah disebut di atas.
Terkadang, hari baik juga baru bisa diketahui setelah melakukan hitungan weton. Jadi, tidak asal menetapkan suatu hari baik atau buruk.
Hitungan Weton untuk Menentukan Jodoh
Dilihat dari buku Antropologi dan Pluralisme Budaya Tanah Jawa oleh Tim KKN MIT DR XII Kel 5 LP2M UIN Walisongo Semarang, weton bisa didapat dari gabungan hari biasa dan hari pasaran. Contohnya adalah Sabtu Wage, Senin Pahing, dan Selasa Legi.
Weton di antaranya digunakan untuk mengukur kecocokan antara calon pengantin laki-laki dan perempuan. Bila hasil hitungannya jelek, dikhawatirkan kehidupan pernikahan ke depan rentan. Begitu pula sebaliknya.
Sebelum mendalami hitungannya, detikers harus paham konsep neptu alias nilai setiap hari dalam kebudayaan Jawa. Neptu ini dimiliki baik oleh hari biasa, maupun hari pasaran dengan nilai berbeda-beda.
Disadur dari Jurnal el-Qanuniy bertajuk 'Tradisi Perhitungan Weton dan Pengaruhnya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga di Desa Sidomulyo dalam Perspektif 'Urf' oleh ST Nor Hidayati dan Muhammad Luthfilhakim, rincian neptu tiap hari adalah:
- Minggu: 5
- Senin: 4
- Selasa: 3
- Rabu: 7
- Kamis: 8
- Jumat: 6
- Sabtu: 9
- Kliwon: 8
- Legi: 5
- Pahing: 9
- Pon: 7
- Wage: 4
Lalu, bagaimana contoh hitungannya? Umpamanya, si A ingin menikahi si B. Si A lahir pada Sabtu Kliwon sehingga neptunya adalah 9 + 8 = 17. Di sisi lain, si B lahir pada Selasa Pon sehingga neptunya 3 + 7 = 10.
Apakah si A dan si B cocok untuk menikah? Jawabannya bisa diketahui dengan menjumlahkan neptu keduanya, yakni 17 + 10 = 27.
Adapun makna penjumlahan neptu bisa dilihat di bawah ini:
Pegat untuk hasil hitungan 1, 9, 17, 25, 33
Ratu untuk hasil hitungan 2, 10, 18, 26, 34
Jodoh untuk hasil hitungan 3, 11, 19, 27, 35
Topo untuk hasil hitungan 4, 12, 20, 28, 36
Tinari untuk hasil hitungan 5, 13, 21, 29
Padu untuk hasil hitungan 6, 14, 22, 30
Sujanan untuk hasil hitungan 7, 15, 23, 31
Pesthi untuk hasil hitungan 8, 16, 24, 32
Hasil hitungan 27 dalam kepercayaan Jawa berarti 'Jodoh'. Dengan begitu, si A dan si B sangat cocok untuk menikah dan melangsungkan hidup bersama. Orang Jawa percaya, keduanya bakal bisa menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing sehingga harmonis.
Hitungan Weton untuk Pindah Rumah Baru
Sudah disebutkan sekilas seputar kegunaan weton untuk menentukan jodoh di atas. Selanjutnya, mari telaah secara ringkas pemakaian weton untuk menentukan hari baik dalam rangka pindah rumah baru.
Berdasar keterangan dari buku Wariga dan Primbon: Memahami Pertanda Kehidupan oleh Miswanto, ada dua rumus yang bisa digunakan, yakni catursuda dan pancasuda. Untuk permisalan, berikut ini contoh hitungan catursuda:
Catursuda dihitung dengan cara menjumlahkan weton orang yang ingin pindah rumah. Selanjutnya, tambahkan hasil penjumlahan tersebut dengan neptu hari yang ingin digunakan untuk pindah rumah baru. Kemudian, bagi hasilnya dengan angka 4. Dari sisa pembagian tersebut, dapat diperoleh pengetahuan bagus tidaknya suatu hari untuk pindah.
Contohnya, si A dan si B ingin pindah rumah. Jumlah neptu A adalah 17 karena lahir pada Sabtu Kliwon. Sementara itu, neptu si B berjumlah 10 karena lahir hari Selasa Pon. Hasil penjumlahan keduanya adalah 27.
Anggaplah keduanya ingin pindah hari Jumat Kliwon yang neptunya 14 (6 + 8), maka, jumlahkan 27 dengan 14. Dapatlah angka 41. Sekarang, bagi 41 dengan angka 4 yang mengeluarkan hasil sisa 1.
Dalam konsep catursuda, sisa 1 berarti 'Guru'. Artinya, menempati rumah baru pada Jumat Kliwon untuk pasangan A dan B sangatlah baik, rezekinya lancar, bakal dihormati, dan mendapat kehidupan rumah tangga selamat dan sejahtera.
Sementara itu, jika hasil pembagian menunjukkan angka 2, 3, atau 4, maknanya akan berbeda. Berikut penjelasannya:
- Sisa 2 (Ratu): Banyak rezeki, jauh dari masalah, orang yang menempatinya akan berwibawa, ditakuti dan disegani banyak orang.
- Sisa 3 (Rogoh): Mudah untuk dimasuki pencuri. Selain itu, yang menempatinya bakal kurang harmonis dan tidak bahagia.
- Sisa 4 atau 0 (Sempoyong): Yang menempati akan tidak betah di rumah, banyak mengalami kesusahan, dan sering bertengkar.
Nah, demikian sekilas penjelasan mengenai hari baik dan weton dalam kehidupan sehari-hari. Perlu detikers ketahui bahwasanya masih banyak kegunaan weton yang lain, seperti meramal watak, menghitung kecocokan kerja, dan menghitung masa panen atau tanam.
Tentu saja, mau percaya atau tidak dengan hitungan di atas dikembalikan pada kepercayaan masing-masing karena memang tidak ada dasar ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Semoga bisa menambah wawasan detikers, ya!
(par/aku)