Taman Indonesia Kaya (TIK) Semarang di Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, menggelar kegiatan unik untuk menunggu waktu berbuka puasa. Dalam kegiatan bertajuk 'Sukma Budaya' itu, sejumlah muda-mudi diajak membuat wayang suket.
Pantauan detikJateng di lokasi, tampak puluhan muda-mudi tengah asyik menganyam suket atau rumput hingga berbentuk wayang. Mereka dibagi menjadi beberapa kelompok dan mendengarkan arahan dari perajin wayang suket. Kegiatan ini diiringi alunan musik jawa.
Project Officer Recycle, Ihsan Tabah mengatakan kegiatan yang dimulai sejak 6 Maret lalu itu tak hanya sekadar jadi acara ngabuburit. Melainkan juga bertujuan menggabungkan nilai-nilai budaya dan spiritualitas dalam rangka menyambut bulan suci.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Kita membawa konsep budaya dan spiritual, kita gabungkan di Ramadan ini, di acaranya TIK. Gen Z bisa ngabuburit dengan kajian budaya dan spiritual, karena juga ada tausiah Ramadan," kata Ihsan di TIK Semarang, Minggu (16/3/2025).
Acara yang telah digelar sebanyak dua kali itu mengusung konsep workshop interaktif dan penampilan seni tradisional. Pada edisi perdana, peserta mengikuti workshop batik. Minggu ini fokus acara beralih ke workshop pembuatan wayang suket, sementara Minggu depan akan menampilkan workshop angklung.
Ihsan menjelaskan, kegiatan itu memang dirancang untuk mendekatkan generasi muda, khususnya Gen Z dengan kekayaan budaya lokal. Para peserta diwajibkan mengenakan dress code bernuansa budaya seperti batik guna menciptakan nuansa kekeluargaan dan identitas budaya yang kuat.
"Harapannya Gen Z bisa lebih tahu, ternyata nggak hanya ada wayang kulit aja, tapi ada wayang suket, buat kita kenalin ke masyarakat luar tentang budaya wayang suket itu sendiri," jelasnya.
Dalam workshop pembuatan wayang suket yang berlangsung hari ini, peserta diberikan penjelasan mengenai sejarah dan teknik pembuatan wayang tradisional yang dibuat dari bahan suket atau rumput. Dengan membagi peserta ke dalam kelompok kecil, panitia memastikan setiap peserta mendapatkan perhatian dan bimbingan secara optimal.
Salah satu peserta asal Palembang, Mona Febriana (21) mengaku senang dengan adanya kegiatan yang mengenalkan muda-mudi dengan kekayaan budaya lokal. Terlebih, mereka juga diajak untuk langsung mencoba mempraktikkan pembuatan wayang.
"Aku udah lama pengen ikut kegiatan di TIK. Karena di TIK banyak kegiatan bagus dan aku juga dari luar Jawa, jadi ingin ikut," jelasnya.
Mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) itu pun mengaku mendapat banyak ilmu baru dari adanya kegiatan tersebut. Dari rumput yang selama ini terpinggirkan, ia bisa membuat sebuah karya bernilai tinggi.
"Tadi kira-kira 45 menit buatnya. Seneng, meski agak struggle waktu bikin bagian badan tapi tetap seru," jelasnya.
Sementara itu, mahasiswa Udinus asal Pemalang, Naufal Rahmansyah (23) mengatakan acara Sukma Budaya bisa menjadi pilihan alternatif untuk menghabiskan waktu sambil menunggu waktu berbuka puasa.
"Kita bosan kalau ngabuburit cuma jalan-jalan nggak jelas, muter-muter. Terus lihat di Instagram, TIK mengadakan acara menarik, seperti membuat wayang ini, jadi ikut aja," jelasnya.
Menurutnya, mentor yang membantu proses pembuatan pun sangat ramah dan membantu, sehingga semua peserta dapat mengikuti cara membuat wayang dengan baik.
Lewat Sukma Budaya, kata Naufal, ngabuburit bisa lebih bermakna dengan diisi kegiatan yang mengedukasi sekaligus menghibur. Para muda-mudi bisa mengenal lebih jauh tentang budaya lokal sehingga bisa terus dilestarikan.
"Aku akan merekomendasikan ke teman-teman karena ini kegiatan positif. Kita bisa mengenal lebih soal budaya, bisa tahu wayang suket di Jawa itu masih ada, dan kita bisa melestarikannya," tutupnya.
(dil/dil)