Sedulur Sikep, atau pengikut ajaran Samin Surosentiko, memperingati 118 tahun perjuangannya di Pendopo Pengayoman Desa Plosokediren, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora. Sederet rangkaian kegiatan dilaksanakan mulai lamporan hingga cerita tentang pembuangan Samin.
Sedulur Sikep ini mengatasnamakan Paguyuban Kadang Sikep dengan kegiatan Peringatan Perjuangan 118 Tahun Samin Surondiko, dengan tema 'Lemah Pamesthian, Padha Nduwe Padha Ngenciki'.
Salah satu sesepuh Sedulur Sikep asal Pati, Gunretno, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan peringatan rutin yang dilaksanakan setiap tahun di tanggal 15 Maret. Adapun yang mengikuti selain Blora, juga ada sedulur sikep dari Bojonegoro, Pati, Grobogan hingga Kudus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kegiatan 15 Maret ini disepakati sedulur-sedulur Sikep dari berbagai kabupaten mulai Kudus, Pati, Blora, Bojonegoro. Bahwa setiap 15 Maret pada ngumpul di tempat petilasannya Mbah Samin Surosentiko," jelas Gunretno saat ditemui di Pendopo Pengayoman Mbah Samin Surosentiko di Desa Plosokediren, Kecamatan Randublatung, Blora, Sabtu (15/3/2025).
Samin Surondiko, nama lain dari Samin Surosentiko, juga dikenal sebagai sosok pemberontak atas Belanda, melawan dengan laku tanpa kekerasan. Kegiatan dengan mempertemukan pengikut ajaran Samin dari berbagai daerah ini sebagai sarana pertemuan dan juga memperingati sejarah perjuangan.
"Tujuannya untuk memperingati perjuangannya Mbah Samin dan momen ini menjadi kesempatannya dulur-dulur dari berbagai kabupaten untuk bertemu yang satu dengan yang lainnya. Yang bisa dimanfaatkan untuk -tembung gunem- (topik bahasan), cocokan, rembug tentang sejarah perjuangan Mbah. Ini penting untuk diteruskan ke anak cucunya Mbah Samin Surosentiko," jelasnya.
Adapun rangkaian kegiatannya yaitu: Negeske tutur Mbah Samin Surondiko, kidungan lan lesungan, buka bersama, tutur luhur sedulur sikep (kelingan jamane kelingan swarane), jagong bareng hoho alkaff, lamporan lan brokohan.
"Rangkaian kegiatannya, dari sore tadi jam 3 ada adek-adek Sedulur Sikep dari Pati-Kudus nabuh lesungan dan kidungan pitutur-pitutur Mbah Samin," jelas pria yang kerap disapa Kang Gun.
Pada malam hari terdapat kegiatan lamporan. Sedulur Sikep yang mengenakan baju khas hitam dan iket kepala itu membawa obor dari lapangan Plosokediren menuju Pendopo Pengayoman. Mereka berjalan sekitar 2 kilometer.
"Malam ini ada lamporan. Seliruh dukuh di Desa Plosokediren untuk bersama-sama lamporan membawa obor ke tempat pendopo," terangnya.
Kegiatan kemudian dilanjutkan brokohan atau makan bersama. Lalu ada juga pementasan cerita tentang Samin Surosentiko saat diasingkan oleh Pemerintah Belanda di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat tahun 1907.
"Nanti ada brokohan (makan bersama), dan ada pagelaran cerita Mbah Samin waktu di pembuangan Sawahlunto, Sumatera Barat," jelas Kang Gun.
![]() |
Tekankan Pengikut Samin Surosentiko Peka Isu Lingkungan
Gunretno melanjutkan tema yang diusung tahun ini sedulur sikep (pengikut Samin Surosentiko) harus memiliki kepekaan terhadap isu yang sedang bergulir di tengah masyarakat.
"Ini pesan Mbah (Samin Surosentiko). Anak sedulur sikep harus punya kepekaan terhadap masalah-masalah yang berkembang," jelasnya.
Dia mencontohkan, masalah yang berkembang di masyarakat yaitu diantaranya masalah yang mengenai tentang konflik agraria.
"Terutama masalah yang berkembang, ini tentang konflik agraria, tentang pertanian," sebutnya.
Dia menilai problem tersebut ialah persoalan klasik yang tak kunjung usai. Dia berharap sedulur sikep memiliki kepekaan tentang hal tersebut.
"Ini tidak selesai selesai. Maka sedulur sikep jangan mendiamkan masalah dalam hal ketidakadilan terhadap masalah ibu bumi ini, terutama tentang lingkungan," jelasnya.
(apu/apu)