Sebagian masyarakat di Indonesia percaya bahwa hujan bisa ditolak dengan berbagai ritual. Salah satunya adalah dengan menggunakan sapu lidi. Namun, cara menolak hujan dengan sapu lidi itu mitos atau fakta?
Dikutip dari artikel ilmiah berjudul Persepsi Masyarakat tentang Tolak Hujan pada Acara Pernikahan di Binjai oleh Clarissa Rizky dan M Nazaruddin, pawang hujan dipercaya memiliki keahlian untuk mengalihkan hujan dengan menggunakan peralatan seperti cabai merah, bawang, garam, dan sapu lidi. Ritual ini biasanya dilakukan sebelum acara, mulai dari pagi hari hingga acara selesai, dengan tujuan menggeser awan tebal dan mendung agar cuaca menjadi cerah.
Untuk memulai ritual, tuan rumah harus menyiapkan cabe merah, bawang, garam, dan sapu lidi. Cabe dan bawang ditusukkan pada lidi-lidi sapu lidi, lalu sapu lidi dibalikkan dengan lidi menghadap ke langit dan diletakkan di sekitar rumah. Garam kemudian ditaburkan di sekitar halaman rumah sebagai bagian dari ritual untuk memindahkan hujan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ingin tahu apakah cara menolak hujan dengan sapu lidi termasuk mitos atau fakta? Mari simak penjelasan lengkapnya berikut ini!
Cara Menolak Hujan dengan Sapu Lidi, Mitos atau Fakta?
Cara menolak hujan dengan sapu lidi adalah sebuah tradisi yang sudah dikenal di beberapa daerah. Dikutip dari artikel ilmiah berjudul Persepsi Masyarakat tentang Tolak Hujan pada Acara Pernikahan di Binjai oleh Clarissa Rizky dan M Nazaruddin, biasanya sapu lidi digunakan oleh pawang hujan dalam upaya untuk 'membersihkan' langit dari awan yang mendung. Mitos ini menganggap bahwa dengan menggunakan sapu lidi, awan yang menyimpan hujan akan 'disapu' dan cuaca akan kembali cerah.
Namun, secara ilmiah, tidak ada bukti yang mendukung klaim bahwa sapu lidi dapat mengubah cuaca. Dikutip dari laman Independent, mitos ini lebih berkaitan dengan kepercayaan tradisional yang berkembang di masyarakat. Dalam kenyataannya, cuaca dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti pergerakan awan dan kondisi atmosfer, yang tidak bisa diubah hanya dengan menggunakan sapu lidi.
Sebagai perbandingan, dalam praktek ilmu cuaca modern, seperti cloud seeding, terdapat usaha untuk mempengaruhi cuaca. Cloud seeding menggunakan partikel tertentu seperti Silver Iodide (AgI) yang disebarkan ke dalam awan untuk memicu terjadinya hujan. Namun, meski menggunakan metode ilmiah, hasil dari cloud seeding pun tidak selalu dapat dipastikan berhasil, tergantung pada kondisi awan dan atmosfer.
Meskipun sapu lidi tidak dapat mempengaruhi cuaca secara nyata, hal tersebut tidak mengurangi nilai budaya dan tradisi yang ada di masyarakat. Penggunaan sapu lidi sebagai simbol pembersihan langit mencerminkan harapan dan keyakinan masyarakat bahwa mereka dapat mengatasi masalah cuaca dengan cara yang lebih positif. Tradisi ini sering diiringi dengan doa-doa agar cuaca menjadi cerah.
Pada akhirnya, dapat kita simpulkan bahwa cara menolak hujan dengan sapu lidi adalah sebuah mitos yang berkembang dalam budaya tertentu. Meski tidak ada dasar ilmiah untuk mendukungnya, mitos ini tetap menjadi bagian dari tradisi yang mengandung makna sosial dan budaya di masyarakat.
Mengapa Hujan Terjadi?
Setelah membahas tentang cara menolak hujan dengan sapu lidi, yang lebih mengarah pada kepercayaan dan tradisi, mari kita lihat penjelasan ilmiah mengapa hujan bisa terjadi. Hujan terjadi melalui proses yang melibatkan awan dan air yang ada di atmosfer.
Dirangkum dari NOAA SciJinks, awan terbentuk dari uap air yang menguap dari permukaan Bumi, baik dari lautan, sungai, tanah, maupun tanaman. Ketika uap air ini naik ke atmosfer, ia akan mendingin dan mengembun menjadi tetesan air atau kristal es. Tetesan air atau kristal es ini akan bergabung dan membesar. Jika tetesan air tersebut menjadi cukup besar dan berat, mereka akan jatuh ke Bumi sebagai hujan.
Namun, ada beberapa kondisi yang memengaruhi jenis hujan yang turun. Jika udara di dalam awan berada di bawah titik beku (0Β°C), kristal es akan terbentuk dan jatuh sebagai salju. Jika awan berada pada suhu yang lebih hangat, hujan akan turun sebagai air cair. Terkadang, awan memiliki suhu yang bervariasi, menciptakan fenomena lain seperti hujan es atau hujan beku.
Hujan es terjadi ketika salju yang jatuh melewati bagian awan yang lebih hangat, kemudian membeku lagi saat melewati lapisan udara yang lebih dingin. Sementara itu, hujan beku terjadi ketika salju yang turun berubah menjadi air cair, lalu membeku saat menyentuh permukaan Bumi yang sangat dingin, menciptakan lapisan es yang dapat menyebabkan kerusakan.
Jadi, meskipun ada berbagai cara yang diyakini masyarakat untuk menolak hujan, seperti menggunakan sapu lidi, hujan sebenarnya adalah hasil dari proses alam yang kompleks. Cuaca yang berubah dan pembentukan awan adalah faktor utama dalam terjadinya hujan.
Demikian penjelasan lengkap mengenai cara menolak hujan dengan sapi lidi yang merupakan mitos. Semoga bermanfaat!
(par/apu)