Cerita di Balik Layar Pertunjukan Wayang Orang Sriwedari

Cerita di Balik Layar Pertunjukan Wayang Orang Sriwedari

Tim detikJateng - detikJateng
Sabtu, 29 Jun 2024 13:51 WIB
Pemain Wayang Orang Sriwedari di Kota Solo, medio Juni 2024. Diunggah Kamis (27/6/2024).
Pemain Wayang Orang Sriwedari di Kota Solo, medio Juni 2024. Diunggah Kamis (27/6/2024). Foto: dok. detikJateng
Solo -

Pertunjukan Wayang Orang kini telah menjadi kesenian yang cukup langka. Gedung Wayang Orang Sriwedari, Solo, merupakan salah satu yang masih mementaskannya secara rutin setiap malam.

Hal itu menjadikan Gedung Wayang Orang Sriwedari menjadi salah satu destinasi yang banyak dikunjungi oleh wisatawan saat berkunjung ke Kota Solo. Apalagi lokasi gedung itu tepat berada di jantung Kota Solo.

Para penonton bisa menikmati pertunjukan yang merupakan perpaduan seni tari, drama, karawitan hingga sastra yang berdurasi hingga 1,5 jam itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, sebenarnya banyak cerita yang menarik di balik panggung kesenian itu. detikJateng mencoba merekam cerita mengenai bagaimana para pemain dan kru mempersiapkan pertunjukan tersebut.

Sebelum menyelami balik layarnya, ada baiknya detikers mengenal dulu seluk-beluk kelompok seni pertunjukan tradisional yang rutin pentas tiap malam di Gedung Wayang Orang Sriwedari, Kota Solo, ini.

ADVERTISEMENT

Sejarah Wayang Orang Sriwedari

Wayang Orang Sriwedari akan genap berusia 114 tahun pada Juli 2024. Pengelola Wayang Orang Sriwedari, Didik Wibowo, mengatakan grup ini awalnya menggelar pementasan tobong di Pura Mangkunegaran, Solo. Tobong ialah tempat pertunjukan yang bersifat darurat, mudah dibongkar pasang.

"Pertama kali kan hanya diadakan di keraton, sejarahnya wayang itu. (Pementasan di) Pura Mangkunegaran itu hanya untuk hajatan istana, jadi yang melihat khusus kalangan istana," kata Didik saat ditemui di Gedung Wayang Orang Sriwedari pada Kamis (13/6/2024).

Pemain Wayang Orang Sriwedari di Kota Solo, medio Juni 2024. Diunggah Kamis (27/6/2024).Pemain Wayang Orang Sriwedari di Kota Solo, medio Juni 2024. Diunggah Kamis (27/6/2024). Foto: dok. detikJateng

Dikutip dari laman surakarta.go.id, setelah terjadi krisis ekonomi pada tahun 1896, sepeninggal Mangkunegaran V yang wafat karena sakit. para pemain wayang banyak yang dirumahkan. Meski demikian, pertunjukan wayang orang tetap dilakukan dengan keliling dari kampung ke kampung.

Singkat cerita, raja lalu memberi perintah agar para pemain wayang itu ditempatkan di Taman Sriwedari atau dikenal juga dengan Bon Rojo (Kebon Rojo). Bangunan ini dibangun pada era Pakubuwana X, mulanya untuk tempat bersantai raja. Pada 1928-1930, Gedung Wayang Orang Sriwedari dibangun permanen. Pembangunannya dilanjutkan pada 1951.

"Yang jelas usia Wayang Orang Sriwedari itu 114 tahun pada Juli besok. Secara otomatis usianya sudah lebih dari itu, mungkin karena dulu itu sifatnya masih seperti beberapa grup yang ada di sini, seperti tobong istilahnya," ujar Didik.

Anggota Berstatus ASN dan TKPK

Total anggota Wayang Orang Sriwedari yang dinaungi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo itu sebanyak 68 orang. Rinciannya 32 pemain wayang orang, 19 pemain karawitan, dan 19 kru.

Dari 68 anggota itu, 9 di antaranya berstatus aparatur sipil negara (ASN). Sedangkan anggota lainnya berstatus tenaga kerja dengan perjanjian kontrak (TKPK) yang setiap setahun sekali diperpanjang kontraknya.

Dengan demikian, semua sarana dan prasarana Wayang Orang Sriwedari hingga gaji untuk anggotanya ditanggung oleh pemerintah. Adapun hasil penjualan tiket, Rp 20.000 per orang, disetorkan ke pemerintah.

"Kita tidak terfokus pada berapa penjualan tiket. Berapapun tiket terjual, besok pagi langsung setoran ke Pemkot Solo," kata Didik.

Dia menambahkan, pengangkatan anggota Wayang Orang Sriwedari menjadi pegawai negeri itu sudah sejak lama. "Sebelum saya masuk ke sini, sekitar tahun 70 atau 80-an itu sudah (ada pengangkatan)," ucap Didik.

Demi keberlangsungan Wayang Orang Sriwedari, Didik menjelaskan, regenerasi tentu sudah sering dilakukan. Perekrutan anggota terakhir dilakukan pada 2012, 2017, dan 2023. Pada 2024, Pemkot Solo tidak membuka penerimaan TKPK untuk wayang orang.

"Untuk regenerasi itu sebelum tahun 2024 di sini masih menerima TKPK. Ketika ada yang pensiun atau pindah tugas berarti kita kekurangan pemain, lalu dinas mengajukan merekrut pemain tapi bukan CPNS dan bukan P3K, melainkan TKPK," jelas Didik.

Sebelumnya, Wayang Orang Sriwedari punya cara tersendiri untuk merekrut anggota baru.

"Kita share baik itu melalui akun-akun medsos pribadi, siapa saja yang ber-KTP Solo, punya ijazah seni. Seperti saat saya seleksi masuk PNS, mereka mendaftar, seleksi, tes praktik maupun tes tulis. Nanti ada yang keterima, cuman ngambil beberapa orang," jelasnya.

Balik Layar Wayang Orang Sriwedari

Wisatawan biasanya terhibur dengan pementasan yang disajikan oleh para seniman di panggung. Suasana persiapan pementasan di belakang panggung yang cukup unik luput dari pandangan para penonton.

Para anggota Wayang Orang Sriwedari baru berdatangan ke gedung sekitar satu jam sebelum pentas dimulai. Adapun beberapa pemain yang kebagian peran di akhir cerita biasanya datang lebih malam.

Setiba di gedung, dalam suasana santai sambil bercengkerama diselingi senda gurau, mereka mempersiapkan pentas, mulai dari mengenakan kostum, berias, dan mendapat arahan dari sutradara.

Para pemain yang mendapat giliran pentas pada malam itu biasanya sudah mendapat daftar dapukan (penokohan) pada pagi harinya atau beberapa jam sebelum manggung. Casting dadakan itu dikirim lewat grup WhatsApp.

Sebelum ada ponsel, para pemain baru mengetahui peran apa yang akan mereka mainkan setelah tiba di lokasi. Pada masa itu, sutradara biasa berdiri di pintu masuk untuk menunggu siapa saja anggotanya yang hadir sebelum membagi peran pada malam itu juga.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Meski demikian, para aktor Wayang Orang Sriwedari itu sudah mumpuni, sehingga tidak kerepotan menyesuaikan peran masing-masing. Begitu pula pada masa kini.

Sutradara Cuma Beri Garis Besar Cerita

Pada Kamis (13/6) malam, sekitar sejam sebelum pementasan lakon berjudul 'Kala Srenggi', sutradara Risan Jalurwenda hanya menyampaikan wos atau gambaran cerita secara garis besar saja.

Risan mengatakan, wos yang dibagikan itu besar kemungkinan tidak diserap para pemain secara sempurna. Meski demikian, dia menganggap hal itu biasa saja, asal inti cerita tidak banyak berubah saat dipentaskan dan penonton bisa memahami.

"Tapi (wos) tidak terlalu penting banget di sini. Yang terpenting ada, wos-nya ada jangan sampai hilang," ujarnya.

Setelah tirai penutup panggung diangkat, Risan duduk di samping panggung untuk mengawasi jalannya pementasan. Dia sempat menunjukkan balungan atau reka detail adegan yang telah dibagikan kepada para pemain, beberapa jam sebelum pentas.

Dalam balungan itu terlihat dapukan atau pembagian penokohan. Dapukan ditulis menggunakan kapur di papan tulis hitam yang bertempat di ruang paling belakang gedung, dekat lemari kostum.

Setelah wos dibagikan ke pemain, selanjutnya dilakukan proses 'penuangan' oleh sutradara ke para pemain pada pukul 19.00 WIB atau sekitar setengah jam sebelum pentas. Sebagian pemain tampak mendatangi sutradara jika ada adegan yang dinilai belum terkoordinasi dengan baik.

Penuangan dilakukan pemain guna mengonfirmasi jalan cerita yang diinginkan sutradara.

"Jam 7 itu ada penuangan. Jadi setiap pemain itu datang ke sini, ke tempat sutradara untuk menanyakan seperti apa yang diinginkan dalam adegan tersebut. Nah, di situlah sutradara memberikan arahan kepada pemain mengenai kelengkapan suatu adegan," kata Risan sembari mengawasi jalannya pementasan.

Risan lalu menjelaskan bahwa tiap adegan memiliki kelengkapannya masing-masing. Ada sebagian adegan yang boleh dikembangkan oleh para pemain untuk memberi tambahan hiburan ke penonton.

Elemen tambahan itu di antaranya candaan antar pemain. Candaan itu biasanya sudah disepakati para pemain yang terlibat dalam adegan yang sama. Kerja sama ini disebut kencan. Kencan itu terlihat saat beberapa pemain sedang berlatih di depan lemari kostum.

"Itu pentingnya di situ (kencan). Jadi kita cuma bisa mengarahkan dan memberikan arahan sesuai yang ada dalam satu adegan," ucap Risan.

Improvisasi biar Pentas Tak Kaku

Salah seorang pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo bagian Wayang Orang, Sukoco Yulianto mengatakan sutradara tidak menuntut pemain untuk memainkan naskah secara saklek. Para pemain yang sudah berpengalaman itu tak jarang berimprovisasi agar pementasan mengalir secara natural, tidak kaku.

Menurut Sukoco, para pemain wayang orang sudah punya jam terbang yang tinggi. Mereka sudah menguasai materi dan cerita secara mendalam. Dengan begitu, para pemeran bisa kapan saja berimprovisasi di atas panggung hanya dengan mengandalkan chemistry.

"Yang penting sambung rapet-nya perang itu ada, misal adegan perang harus klop agar tidak bingung. Harus ada chemistry antara satu pemain dengan yang lain. Nanti di panggung apapun yang terjadi ya wis lanjut," kata Sukoco sebelum naik ke panggung.

Improvisasi menjadi tanggung jawab pemain untuk menghidupkan karakter setelah garis besar cerita diberikan oleh sutradara. Kesulitan terhadap tanggung jawab ini dirasakan salah satu pemain, Rizal, saat karakter tokoh yang dimainkan tidak sesuai dengan jati diri pemainnya.

"Seperti halnya saya yang biasanya didapuk sebagai putro alus, tiba-tiba didapuk Werkudoro, Buto, Kethek Anoman, nah itu kan sebuah tantangan," kata Rizal membagikan pengalamannya.

"Memang tidak dipungkiri terkadang keluar dari batasan (improvisasi) tersebut. Akan tetapi, kita itu biasanya saling menutupi atau istilahnya saling men-support, mengingatkan juga," sambung dia.

Tidak Ada Latihan Rutin

Tidak ada latihan rutin di Wayang Orang Sriwedari. Salah satu anggotanya, Sukoco, menyebut latihan hanya dilakukan jika ada acara khusus yang akan dimeriahkan oleh Wayang Orang Sriwedari.

Anggota lain, Didik, mengaku saat pertama kali didapuk menjadi pemain, dia belajar soal penokohan hanya dengan mengamati para seniornya. Meski tidak ada latihan rutin, anggota Wayang Orang Sriwedari tetap menjalankan pentas dengan maksimal.

"Istilahnya kita di sini bukan seperti sekolah, karena sudah dianggap, sudah menjadi pegawai, mau nggak mau, suka nggak suka, kita harus tetap belajar karena kita sudah diberi tanggung jawab," kata Didik.

Pementasan Lakon Lakuning Drama

Pada Senin (24/6) malam, Wayang Orang Sriwedari membawakan lakon Lakuning Darma. Ceritanya tentang seorang putri kerajaan Manikmantaka, Dewi Mustakaweni. Dia tidak terima ayahnya, Prabu Niwatakwaca, tewas terbunuh oleh Begawan Ciptaning atau Arjuna.

Dewi Mustakaweni pun berniat membalas dendam. Dia lalu ke kerajaan Amarta untuk mencuri Jamus Kalimasada, senjata pamungkas Pandawa. Dewi lalu dikejar Bambang Priyambada. Singkat cerita, Dewi dan Bambang jatuh hati, hingga Jamus Kalimasadanya tertinggal dan diambil oleh Petruk. Petruk pun jadi sakti mandraguna.

Sebelum pentas dimulai, sekitar pukul 19.30 WIB, sinden membacakan nama para pemain dan tokoh yang dimainkan. Jumlah pemain malam itu berjumlah sekitar 20 orang. Pementasan baru dimulai pukul 20.19 WIB.

Panggung dibuka dengan adegan perang antara Arjuna dan Prabu Niwatakawaca. Terdapat proyektor di kanan panggung untuk membantu penonton lebih memahami lakon yang dipentaskan. Sebab, bahasa yang digunakan ialah Jawa Krama Inggil.

Proyektor itu memperlihatkan situasi yang ada dalam setiap adegan. Walau tak terlalu detail hingga menjangkau isi dialog, tampilan rangkuman adegan yang diperlihatkan di proyektor terbilang membantu penonton untuk mendapat pemahaman yang menyeluruh, mengingat sebagian penontonnya dari luar Solo hingga turis mancanegara.

Di sela pentas juga terdapat sesi intermezzo yang dibawakan para Punakawan. Sesi ini disebut Gara-gara Repat Punakawan. Banyolan keempat pemain itu jadi salah satu hal yang menyita perhatian lebih para penonton muda.

Malam itu ada beberapa penonton dari mancanegara. Candaannya pun disesuaikan, seperti saat cukuran rambut Semar disebut model French Crop yang saat ini sedang hits.

"Obate loro maag opo? Yo pindah kidul omah," ucap Semar yang menjadi puncak candaan Punakawan yang berhasil mengocok perut mayoritas penonton yang berbahasa Jawa.

Tak hanya saat sesi Punakawan, para pemain lain juga sesekali berimprovisasi dan mengundang tawa, salah satunya ketika terjadi sedikit gangguan teknis di panggung.

"Nek manggon ning kono tak keplak kowe (nyamuk)," ucap tokoh Begawan Kala Sabda saat terjadi gangguan teknis pada pengeras suara sehingga berbunyi mendengung seperti nyamuk. Pertunjukan selama 2,5 jam pada malam itu ditonton sekitar 167 penonton.

Artikel ini ditulis Agus Riyanto, Firmansyah Dwi Ardianto, Naufal Adam, Novyana, dan Rayza Teguh Prastiyo, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Halaman 2 dari 2
(dil/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads