Menjelang Imlek, masyarakat Solo dan sekitarnya sangat menantikan event Grebeg Sudiro. Penyelenggaraan event ini adalah bentuk akulturasi budaya antara Tionghoa dan Jawa. penasaran apa itu Grebeg Sudiro?
Dikutip dari akun Instagram resmi Grebeg Sudiro, @grebeg_sudiro, event ini berlangsung dari 27 Januari hingga 22 Februari 2024. Rangkaian acaranya meliputi Umbul Mantran, Bazar, Perahu Wisata, Karnaval Budaya, dan ditutup dengan Heritage & Harmony Music.
Mari pahami apa itu Grebeg Sudiro dan asal-usulnya dengan membaca penjelasan lengkap berikut ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa Itu Grebeg Sudiro?
Mengutip laman resmi Pemerintah Kota Solo, 'Grebeg' dalam tradisi Jawa, merujuk pada perayaan rutin dan ucapan syukur untuk memperingati peristiwa penting. Sementara 'Sudiro' diambil dari Kampung Sudiroprajan di sekitar Pasar Gede.
Tradisi ini awalnya untuk memperingati ulang tahun Pasar Gede Hardjonagoro, digagas oleh warga etnis Tionghoa dan Jawa di Kampung Sudiroprajan.
Dengan semangat kebhinnekaan, Pemerintah Kota Solo mendukung Grebeg Sudiro sebagai perayaan tahunan. Grebeg Sudiro melibatkan dua kegiatan utama, yakni sedekah bumi dan kirab budaya.
Sedekah bumi mengekspresikan rasa syukur pedagang Pasar Gede dan masyarakat sekitar. Sementara kirab budaya melibatkan kebersamaan dua etnis, Tionghoa dan Jawa, dengan menampilkan tarian khas Jawa, serta pertunjukan Liong dan Barongsai.
Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, dikenal sebagai Kampung Pecinan karena dihuni banyak etnis Tionghoa. Wilayah ini mencakup Kampung Kepanjen, Balong, Mijen, Ngampil, Samaan, Ketandan, Limolasan, dan Balong Lengkong.
Sejarah Munculnya Grebeg Sudiro
Dihimpun dari artikel berjudul 'Tradisi Grebeg Sudiro di Sudiroprajan' oleh Tissania Clarasati Adriana yang dimuat di Jurnal Candi Vol. 5 (2013), Grebeg Sudiro adalah tradisi yang menggambarkan pembauran budaya Jawa dan Tionghoa. Tradisi ini lahir pada tahun 2007 di Sudiroprajan, Solo.
Inisiatornya adalah antara lain Oei Bengki, Sarjono Lelono Putro, dan Kamajaya. Persetujuan dari pihak kelurahan, budayawan, tokoh masyarakat, dan LSM memungkinkan pelaksanaan tradisi ini.
Meski baru berlangsung selama beberapa tahun, Grebeg Sudiro mencerminkan semangat kerukunan antar etnis. Tradisi ini muncul dari keinginan para pendiri untuk mengangkat nama Sudiroprajan dan terinspirasi oleh tradisi Kampung Sewu.
Grebeg Sudiro bertujuan menyatukan warga Tionghoa dan Jawa di Sudiroprajan, sebuah daerah yang sudah lama dikenal harmonis dengan perkawinan campur dan interaksi budaya yang erat. Grebeg Sudiro, dengan tema yang berbeda setiap tahun, juga mendapat pengakuan dari Pemerintah Kota Solo sebagai acara agenda tahunan.
Melalui kreativitas warga Sudiroprajan dalam membuat kerajinan dan menarik perhatian dengan manik-manik, lampion, dan makanan khas Tionghoa, Grebeg Sudiro berhasil memperkenalkan kelurahan Sudiroprajan kepada masyarakat luas. Oleh karena itu, perekonomian warga meningkat dan semakin menegaskan adanya persatuan dalam perbedaan.
Demikian penjelasan lengkap tentang Grebeg Sudiro. Jangan lewatkan keseruannya, Lur! Semoga bermanfaat.
(cln/apl)