Pernikahan umumnya digelar untuk mempersatukan mempelai pria dan wanita dalam ikatan yang sah. Di Kabupaten Magelang, pernikahan tidak hanya digelar untuk manusia, karena wilayah ini punya tradisi unik, yaitu tradisi nikah tembakau.
Tradisi tersebut merupakan tradisi asli dari Dusun Gopakan, Desa Genito, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang yang merupakan wilayah lereng Gunung Sumbing. Upacara ini bukanlah warisan leluhur dan baru mulai dilaksanakan pada tahun 2000-an.
Meski begitu, tradisi nikah tembakau di Dusun Gopakan berlangsung dengan khidmat sekaligus meriah. Bagaimana awal mula kemunculan tradisi unik ini? Mari simak penjelasan yang detikJateng himpun dari laman Warisan Budaya Takbenda Indonesia dan Perpustakaan Digital Budaya Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asal-usul Tradisi Nikah Tembakau
Pertama kali digelar pada tahun 2002, upacara tradisi nikah tembakau menjadi sejarah unik di tengah masyarakat petani tembakau.
Dua tokoh utama dalam perhelatan ini diberi nama Kyai Pulung Seto dan Nyai Srinthil yang merujuk pada dua varietas tanaman tembakau yang menjadi simbol kebersamaan.
Ketika itu, desa yang mayoritas penduduknya adalah petani tembakau merasakan tekanan ekonomi akibat gagal panen. Munculnya gagasan ini tidak terlepas dari perhatian seorang sesepuh yang dihormati di desa, seorang mantan lurah dan kepala desa bernama Riyoto.
Dalam situasi ekonomi yang semakin sulit, Riyoto mengusulkan tradisi baru. Upacara tersebut adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dan sebagai bentuk harapan agar alam bersahabat, membawa berkah bagi petani tembakau, serta memperbaiki kondisi ekonomi.
Tidak hanya sekadar upacara, pernikahan tembakau menjadi simbol keberanian dan semangat kolaboratif masyarakat dalam menghadapi cobaan ekonomi.
Prosesi Tradisi Nikah Tembakau
Persiapan tradisi nikah tembakau dimulai sebulan sebelum acara. Awalnya, perangkat desa dan warga akan membentuk kepanitiaan. Dana pun dikumpulkan dari setiap kepala keluarga.
Tujuh hari sebelum pelaksanaan, warga membersihkan lingkungan serta melakukan ritual tahlilan. Prosesi berlanjut dengan arak-arakan gunungan hasil panen pada H-3 pernikahan tembakau.
Tradisi pernikahan tembakau diselenggarakan setiap Selasa Pahing bulan Safar (Kalender Jawa). Upacara dimulai dengan tahlilan di rumah kepala dusun sebagai ungkapan syukur dan doa untuk rezeki berlimpah.
Warga berkumpul di panggung utama depan rumah kepala dusun sebelum bergerak menuju Sendang Piwakan, tempat utama pelaksanaan. Prosesi pernikahan tembakau melibatkan sepasang mempelai tembakau yang diarak oleh sepasang mempelai manusia.
Setelah diserahkan kepada pemangku adat, 'pesta' pun dimulai. Pemangku adat memimpin prosesi menyilangkan sepasang mempelai, diikuti dengan ritual mengunyah dupa dan membakar kemenyan. Ritual ini disertai dengan permohonan berkat dan kemakmuran untuk pertanian tembakau.
Arak-arakan gunungan berisi tanaman palawija menyusuri desa, disusul Pesta Kesenian Rakyat yang menampilkan beragam kesenian Jawa. Acara ditutup dengan pagelaran wayang kulit yang berlangsung selama 24 jam tanpa jeda.
Demikian informasi mengenai tradisi nikah tembakau yang berlangsung di Desa Gunito, Magelang, lereng Gunung Sumbing. Semoga bermanfaat!
(ams/rih)