Salat Istisqa yang dilanjutkan dengan perang cendol dawet ini berlangsung di tengah kebun kopi dekat makam pepunden Desa Kemiriombo pada Jumat (6/10) Kliwon. Kegiatan semacam ini terakhir kali dilakukan warga setempat pada 2018.
Kini salat istisqa sekaligus perang cendol dawet kembali diselenggarakan karena sudah lebih dari empat bulan hujan belum turun.
Pantauan detikJateng, awalnya warga menggelar salat istisqa di Dusun Gabug, Desa Kemiriombo, mulai pukul 08.30 WIB. Usai khatib berceramah, dilanjutkan dengan doa bersama.
Kemudian, warga berduyun-duyun ke lokasi perang cendol dawet. Mereka membawa ember dan bermacam wadah lain yang berisi dawet. Sebelum 'perang' dimulai, warga mencicipi dulu dawet yang mereka bawa dari rumah.
![]() |
Selanjutnya, mereka saling melempar dawet hingga sebagian tampak basah kuyup.
"Setiap tahun nggak ada hujan, dilaksanakan salat hajat. Ini perang dawet," kata salah seorang warga Desa Kemiriombo, Wiwik Siswanto (44) di lokasi, Jumat (6/10/2023).
"Ini tujuannya meminta supaya cepat hujan. Dawet ini dibuat sendiri, kalau beli nggak cocok. Kalau buat sendiri pasti manis rasanya," imbuhnya.
Kades Kemiriombo: Sudah Jadi Tradisi
Kepala Desa Kemiriombo, Nur Wahyu menjelaskan acara perang dawet itu sudah menjadi tradisi di desanya.
"Ini sudah menjadi tradisi dari turun temurun. Hari ini juga melaksanakan salat istisqa di hari Jumat Kliwon, berdoa dan ikhtiar semoga Allah memberikan hujan," kata Nur.
Menurut Nur, sudah sekitar 4 bulan hujan belum turun di desanya.
"Dulu kita melaksanakan di tahun 2018. Setelah melaksanakan salat istisqa, berdoa selesai, kita lempar cendol. Istilahnya itu srana (sebagai sarana), sudah menjadi tradisi. Ya cendol dawet," pungkas Nur.
(dil/ahr)