Kuluk merupakan salah satu dari sekian banyak peninggalan dari Kerajaan Mataram Islam. Pada zaman dahulu kuluk hanya dipakai oleh para raja sebagai bentuk simbol kekuasaan, namun seiring berjalannya waktu kuluk saat ini dapat dikenakan oleh siapapun terutama ketika menggelar pernikahan dalam adat Jawa.
Meskipun memiliki bentuk dan model yang sederhana, namun ternyata kuluk mempunyai makna dan filosofi yang cukup mendalam. Seperti apa makna dan filosofi dibalik topi peninggalan dari Kerajaan Mataram Islam tersebut?
Berikut ini makna dan filosofi kuluk Kerajaan Mataram Islam, dikutip detikJateng dari jurnal "Representasi Visual Raja Yogyakarta Dalam Sekat Politik Identitas (Analisis Semiotika Gambar Raja Mataram)" oleh Andri Prasetyo Yuwono (2018) dan buku "Kitab Terlengkap Sejarah Mataram" oleh Soedjipto Abimanyu (2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Makna Kuluk
Kuluk merupakan salah satu bagian dari busana dalam gagrak Jawa pada tampilan visual yang biasanya ditunjukan dan dikenakan oleh para raja khususnya Kerajaan Mataram Islam. Pada umumnya kuluk atau wangkidan biru merepresentasikan atau memberikan gambaran untuk melambangkan kekuasaan yang dipegang oleh seorang raja.
Secara sederhana kuluk dapat diartikan sebagai mahkota raja atau sebagai bentuk penguat terhadap pengakuan sebagai raja dalam dunia Islam. Terdapat beberapa jenis kuluk, namun kuluk yang umumnya digunakan oleh seorang raja atau sultan tidak disertai rambut panjang yang terikat di bagian belakangnya sebagai ciri khas.
Filosofi Kuluk
Penutup kepala berbentuk meninggi khas Kerajaan Mataram Islam ini apabila dilihat secara filosofis ternyata memiliki arti yang cukup mendalam dalam ajaran Islam. Pemakaian kuluk di kepala menyimbolkan sebagai figur atau orang yang memiliki ketaatan terhadap ajaran agama atau orang yang selalu berusaha untuk menjaga untuk tetap taat dalam menunaikan ibadah kepada Tuhan YME.
Fungsi Kuluk
Kuluk memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda dengan blangkon, yakni sebagai penutup kepala pada pria. Hanya saja, meskipun memiliki fungsi yang sama, namun kuluk mempunyai bentuk lebih tinggi dengan struktur lebih kaku. Kemudian, kuluk digunakan dengan menyelaraskan pemakaian pakaian Basahan atau Kanigaran yang dulunya digunakan oleh para raja atau sultan. Akan tetapi, kini kuluk dapat digunakan oleh mempelai pria ketika menghelat pernikahan.
Artikel ini ditulis oleh Noris Roby Setiyawan peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(aku/aku)