Tradisi Labuhan Ageng digelar di Pantai Sembukan Kecamatan Paranggupito Wonogiri jelang malam 1 Suro. Kepala, kaki dan ekor sapi dilarung ke laut selatan.
"Karena sudah endemi, tahun ini (Labuhan Ageng) mulai merangkak ke budaya. Sekaligus mempromosikan budaya dan melibatkan seluruh masyarakat," kata Kepala Desa Paranggupito Dwi Hartono kepada detikJateng, Selasa (18/7).
Sebelum acara inti Labuhan Ageng, kata dia, ada pentas budaya di kawasan Pantai Sembukan yang digelar sejak pukul 13.00 WIB. Namun, karena waktu terbatas, pentas budaya atau kesenian itu hanya diikuti anak sekolah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dwi mengatakan, Labuhan Ageng dimulai pukul 16.30 WIB. Kegiatan dimulai dengan kirab sesaji. Kepala sapi dan hasil bumi milik warga setempat dipikul warga. Hasil bumi itu dibuat dibuat gunungan.
"Kirab dimulai dari gerbang masuk Pantai Sembukan. Kemudian ada serah terima larung sesaji dengan tokoh adat," ungkap dia.
Dwi mengatakan, pada acara Labuhan Ageng warga menyembelih seekor sapi. Bagian kepala, kaki dan buntut sapi dilarung ke pantai selatan. Sedangkan dagingnya dimasak dan dimakan bersama setelah acara Labuhan Ageng selesai.
"Daging dikonsumsi sebagai simbol kemakmuran, menambah gizi. Kalau kepala itu simbol pencarian, kaki simbol perjalanan dan ekor simbol hasilnya. Sesuai kepercayaan nenek moyang kami bagian (kepala, kaki, buntut) itu dilarung ke laut," jelas dia.
Ia mengatakan, Labuhan Ageng merupakan tradisi yang sudah turun-temurun. Tradisi itu digerakkan oleh pihak Keraton Solo. Pasalnya dulu ada hubungan gaib antara pihak keraton dengan Ratu Kidul.
Berdasarkan cerita yang berkembang, tradisi itu diprakarsai oleh Keraton Surakarta Hadiningrat. Labuhan Ageng merupakan wujud syukur atas rezeki yang telah dilimpahkan. Baik rezeki berupa hasil bumi, pertanian hingga hasil tangkapan ikan dari Laut Selatan.
"Kita juga berdoa meminta berkah. Kemudian meminta berkah kesehatan," terang Dwi.
Dwi menuturkan, pada tahun ini wisatawan Pantai Sembukan bisa melihat langsung prosesi Labuhan Ageng. Sebab sejak selama 3 tahun lalu, acara digelar terbatas karena masih pandemi COVID-19.
(ahr/aku)