Perbedaan Malam Satu Suro Keraton Jogja dan Solo

Perbedaan Malam Satu Suro Keraton Jogja dan Solo

Santo - detikJateng
Senin, 17 Jul 2023 17:46 WIB
Keraton Jogja
Perbedaan Malam Satu Suro Keraton Jogja dan Solo (Foto: dok. website Kraton Jogja)
Solo -

Keraton Jogja dan Solo sama-sama memiliki tradisi peringatan malam satu Suro. Lantas, adakah perbedaan dalam perayaan di kedua keraton tersebut?

Malam satu Suro merupakan malam yang dianggap sakral oleh masyarakat Jawa. Tak heran jika masyarakat Jawa selalu mengadakan sejumlah ritual pada malam satu Suro termasuk di Keraton Jogja dan Solo.

Kedua keraton ini dikenal memiliki kemiripan layaknya saudara kembar. Tak terkecuali tradisi yang selalu mereka laksanakan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada malam satu Suro, Keraton Jogja dan Solo sama-sama memperingati malam sakral tersebut dengan ritual. Lalu, apa perbedaan dari kedua tradisi tersebut? Berikut pembahasannya.

Apa Itu Malam Satu Suro?

Mengutip laman Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, malam satu Suro adalah awal tahun baru Hijriah yang dianggap sakral oleh masyarakat Jawa. Pada malam ini, masyarakat Jawa di Indonesia melakukan berbagai macam ritual sesuai dengan tradisi masing-masing daerah.

ADVERTISEMENT

Malam Satu Suro Keraton Jogja

Mengutip laman Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, terdapat tradisi Malam satu Suro di Keraton Jogja yang disebut sebagai Topo Bisu Lampah Mubeng Benteng Keraton Ngayogyakarta. Tradisi ini merupakan tradisi tahunan yang dilakukan dengan mengelilingi area sekitar keraton tanpa berbicara sepatah katapun.

Tradisi ini telah dilaksanakan secara turun temurun sejak zaman Sri Sultan Hamengku Buwono II dan selalu diikuti oleh ratusan orang. Ritual ini dilakukan sebagai bentuk introspeksi dan pendekatan diri kepada Tuhan agar senantiasa diberi perlindungan dan keselamatan.

Ritual Topo Bisu diawali dengan lantunan tembang macapat oleh para abdi dalem di Keben Keraton Jogja. Dalam lantunan tembang macapat tersebut, abdi dalem menyelipkan doa-doa serta harapan dalam tiap lirik kidungnya.

Para peserta kemudian berjalan mengelilingi benteng dan dilarang berbicara, minum, maupun merokok. Keheningan total selama perjalanan tersebut merupakan simbol evaluasi sekaligus keprihatinan terhadap segala perbuatan selama setahun terakhir.

Jarak yang ditempuh selama ritual Topo Bisu kurang lebih 4 KM yang dimulai dari Bangsal Pancaniti kemudian berlanjut ke Jalan Rotowijayan, Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, Jalan Wahid Hasyim, Suryowijatan, Pojok Benteng Kulon, Jalan MT Haryono, Pojok Benteng Wetan, Jalan Brigjen katamso, Jalan Ibu Ruswo, dan berakhir di Alun-alun Utara.

Panggung Songgobuwono di Keraton Kasunanan SoloKeraton Kasunanan Solo Foto: Agil Trisetiawan Putra/detikJateng

Malam Satu Suro Keraton Solo

Masih dikutip dari laman Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, Keraton Surakarta juga mengadakan ritual Kirab Malam Satu Suro. Ritual ini telah dilaksanakan secara turun-temurun selama ratusan tahun.

Pada pelaksanaan Kirab Malam Satu Suro, ribuan orang berpartisipasi mulai dari Raja beserta keluarga dan kerabat, abdi dalem, hingga masyarakat umum. Terdapat pula kebo bule sebagai cucuk lampah kirab, keturunan dari kebo Kyai Slamet.

Semua peserta kirab mengenakan pakaian warna hitam, di mana laki-laki menggunakan pakaian adat Jawa berwarna hitam atau busana Jawi Jangkep dan wanita mengenakan kebaya berwarna hitam.

Barisan kebo bule beserta pawangnya berada di paling depan, kemudian barisan kedua dan selanjutnya adalah abdi dalem bersama putra-putri Sinuwun dan juga Pembesar Keraton yang membawa sepuluh pusaka keraton.

Selama prosesi kirab berlangsung, tak satupun peserta kirab mengucapkan satu patah kata, hal tersebut memiliki makna perenungan diri terhadap apa yang sudah dilakukan selama setahun kebelakang.

Terdapat tradisi unik ketika ritual in selesai dilaksanakan, yaitu banyak masyarakat yang mengambil kotoran kebo bule. Bagi mereka, hal ini dipercaya membawa keberkahan dan juga kemakmuran.

Perbedaan Malam satu Suro Keraton Jogja dan Surakarta

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara tradisi peringatan malam satu Suro di Keraton Jogja dan Surakarta. Perbedaan tersebut, yaitu pakaian yang dikenakan, keberadaan kebo bule, dan kebiasaan masyarakat ketika tradisi tersebut selesai dilaksanakan.

Demikian pembahasan mengenai perbedaan peringatan malam satu Suro di Keraton Jogja dan Keraton Surakarta. Semoga bermanfaat, Lur!




(ams/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads