Wayang Golek Menak adalah jenis wayang golek yang berasal dari Jogja. Berikut ulasan mengenai Wayang Golek Menak mulai dari sejarah hingga pertunjukannya.
Mengutip laman Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman, wayang golek merupakan pertunjukan wayang dari boneka kayu yang dibuat dengan diukir dan diwarnai sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk orang. Wayang golek digerakkan menggunakan batang kayu yang disebut sebagai tuding atau gagang.
Pertunjukan wayang golek biasanya difungsikan sebagai media bercerita, edukasi, dakwah, maupun hiburan. Lakon pada pertunjukan wayang golek biasanya didasarkan pada kisah sejarah Jawa, Mahabharata, Ramayana, maupun kehidupan sehari-hari masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu jenis pertunjukan wayang golek di Indonesia adalah Wayang Golek Menak. Wayang golek satu ini berasal dan berkembang di Yogyakarta. Berikut pembahasan lengkap mengenai Wayang Golek Menak.
Apa Itu Wayang Golek Menak?
Dikutip dari laman resmi Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Wayang Golek Menak adalah pertunjukan Wayang Golek yang menggunakan Serat Menak sebagai sumber cerita. Serat Menak sendiri merupakan saduran berbahasa Jawa dari karya sastra Persia Qisaa'l Emr Hamza yang dikenal dengan judul Hikayat Amir Hamzah.
Wayang Golek Menak terbuat dari bahan dasar kayu, yang terdiri dari bagian kepala, badan dan tangan. Wayang ini mengenakan baju pada bagian atas dan kain jarik sebagai penutup bagian bawahnya. Bahan, hiasan, dan motif yang digunakan disesuaikan dengan penokohan Wayang Golek Menak.
Sejarah Wayang Golek Menak
Wayang Golek Menak mengalami masa kejayaan pada tahun 1950-an di Yogyakarta. Ki Widiprayitno merupakan tokoh pelopor yang mempopulerkan Wayang Golek Menak dan dijuluki sebagai 'dhalang nuksmeng wayang' karena dianggap memiliki kemampuan dalam menggerakkan wayang sehingga nampak hidup.
Mengutip Jurnal Resital Universitas Gadjah Mada berjudul 'Tatahan dan Sunggingan Wayang Golek Menak Yogyakarta' oleh Dewanto Sukistono dkk, Wayang Golek Menak mulai mengalami kemunduran saat terjadi gejolak politik di Indonesia pada tahun 1965. Setelah periode tersebut, pertunjukan Wayang Golek Menak tidak lagi mampu berkembang seperti sebelumnya.
Meski demikian, Ki Widiprayitno tetap bertahan sebagai dalang Wayang Golek Menak. Namun pada tahun 1982 Ki Widiprayitno wafat dan sepeninggalnya, jejak Wayang Golek Menak kemudian diteruskan oleh anaknya, Ki Sukarno sampai sekarang.
Saat ini, frekuensi pertunjukan Wayang Golek Menak tidak sebanyak Wayang Kulit Purwa. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan minat masyarakat tentang Wayang Golek Menak.
Pertunjukan Wayang Golek Menak
Pertunjukan Wayang Golek Menak diiringi oleh seperangkat gamelan lengkap dengan salah satu instrumen khas yaitu Rojeh. Alat musik ini berfungsi untuk memberikan penekanan 'rasa' terutama dalam adegan seperti pukulan, tendangan, bantingan, dan sebagainya.
Sementara sulukan atau tembang yang dipakai dalam Wayang Golek Menak sebagian besar mengacu pada Wayang Kulit Purwa, tetapi cakepan atau syairnya disesuaikan dengan kebutuhan pentas.
Berbeda dengan Wayang Kulit Purwa, tata panggung dalam pementasan Wayang Golek Menak tidak menggunakan gawang untuk membentangkan kelir. Debog (batang pisang) juga berposisi lebih tinggi dari Wayang Kulit Purwa guna menyesuaikan teknik cepengan dan sabetan.
Demikian ulasan mengenai Wayang Golek Menak mulai dari sejarah hingga pertunjukannya. Semoga bermanfaat, Lur!
Artikel ini ditulis oleh Santo, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(apl/rih)