Pemerintah Kabupaten Sleman saat ini tengah merenovasi Pasar Godean. Seluruh bangunan pasar pun dibongkar dan telah rata dengan tanah.
Akan tetapi, ada satu bangunan yang masih berdiri di antara puing-puing reruntuhan. Bangunan itu hanya berukuran kecil. Sekitar 3 x 3 meter.
Lokasinya bangunan berada di samping jalan persis. Sehingga siapa pun yang lewat pasti melihat. Ternyata bangunan yang tidak dirobohkan itu merupakan makam.
Oleh warga Godean, mereka menyebutnya sebagai makam Mbah Jembrak. Di dalam cungkup itu terdapat dua nisan.
Dibantu oleh salah seorang tukang parkir, detikJateng sempat hendak melihat langsung kondisi di dalam bangunan. Sayangnya, saat itu bangunan dikunci.
Namun, dari sela-sela bangunan terlihat dua nisan yang berjejer dan diberi tirai kain berwarna putih. Konon itu merupakan nisan Mbah Jembrak dan sang istri.
Lalu siapa itu Mbah Jembrak?
Sutinah (75), salah satu sesepuh setempat, mengatakan dari cerita yang dia dengar Mbah Jembrak merupakan seorang pengikut Pangeran Diponegoro.
"Mbah Jembrak itu punya nama asli Pangeran Haryo Gagak Andoko berasal dari Demak," kata Sutinah kepada detikJateng, Senin (6/3/2023).
Sebutan Mbah Jembrak itu muncul karena saat bertapa jenggot dan rambutnya sampai panjang. Dalam bahasa Jawa disebut 'grembyak-grembyak'.
"Dulu Mbah Jembrak bertapa di Pasar Godean selama bertahun-tahun sampai akhirnya muksa," tuturnya.
"Makam Mbah Jembrak di Godean itu karena beliau berkenannya di situ. Katanya untuk kesejahteraan Pasar Godean sampai saat ini," sambungnya.
Dihubungi terpisah, Kepala UPT Pelayanan Pasar Wilayah 1, Robertus Esthi Raharja Prasetya mengungkap ada banyak versi sejarah terkait muasal makam itu.
Sepengetahuannya, warga sekitar menyebut makam tersebut adalah makam Mbah Jembrak. Di dalam cungkup itu ada dua nisan.
"Konon itu Mbah Jembrak, yang merupakan leluhur atau tetua dari masyarakat Godean. Dari folklor seperti itu," ujar Esthi saat dihubungi wartawan.
Namun, ada juga yang mengatakan bahwa makam itu merupakan makam seseorang dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ada pula yang mempercayainya sebagai guru spiritual.
"Memang banyak versi, karena itu makam sudah ada bahkan sebelum zaman Belanda. Kan Pasar Godean itu berdiri tahun '40," ujarnya.
"(Banyak versi sejarah) Silakan yang diyakini yang mana," sambungnya.
Walau kecil dan sempit, makam tersebut kerap dikunjungi peziarah. Tapi dalam waktu-waktu tertentu.
"Yang ziarah ada mungkin dari luar kota. Hampir setiap Kamis Pahing malam Jumat Pon," kata dia.
Selengkapnya baca halaman berikutnya
(ahr/rih)